89 Persen Bencana Hidrometeorologi Terjadi di Indonesia Sepanjang 2016

Reading time: 2 menit
bencana hidrometeorologi
Foto: Djekri Buchari/Flickr.com

Jakarta (Greeners) – Meningkatnya La Nina dengan intensitas lemah, Dipole Mode negatif dan hangatnya suhu muka air laut di perairan wilayah Indonesia berdampak pada meningkatnya bencana hidrometeorologi yaitu bencana yang dipengaruhi oleh cuaca seperti banjir, longsor, puting beliung dan gelombang pasang.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Pemanggilan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan sejak Januari hingga Oktober 2016, dari 1.853 kejadian bencana, sekitar 89 persen merupakan bencana hidrometeorologi. Sisanya, sembilan persen adalah kebakaran hutan dan lahan, dan dua persen bencana geologi yaitu gempa bumi dan erupsi gunung api.

Longsor menjadi bencana yang paling mematikan yang telah menewaskan 149 jiwa, kemudian banjir menyebabkan 130 jiwa tewas, kombinasi banjir dan longsor menyebabkan 45 tewas. Selain itu bencana telah menyebabkan 2,4 juta jiwa mengungsi, 5.221 rumah rusak berat, 6.073 rumah rusak sedang, 18.441 rumah rusak ringan dan ratusan ribu rumah terendam banjir.

BACA JUGA: Sulawesi Utara Jadi Tuan Rumah Bulan Pengurangan Risiko Bencana 2016

Data tersebut, lanjut Sutopo, adalah data sementara yang dihimpun oleh Pusat Pengendali dan Operasi Penanggulangan Bencana BNPB. Namun jumlah kejadian bencana tahun ini cukup besar dibanding tahun-tahun sebelumnya dimana tahun 2012 ada 1.811 bencana, tahun 2013 ada 1.674 bencana dan tahun 2015 ada 1.732 bencana.

“Sedangkan tahun 2014 terdapat 1.967 bencana. Diperkirakan jumlah bencana selama 2016 akan lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2014,” katanya, Jakarta, Selasa (01/11).

Dari sebaran kejadian bencana tersebut, Provinsi Jawa Tengah mengalami paling banyak kejadian bencana dengan 456 kejadian, kemudian Jawa Timur (298), Jawa Barat (256), Kalimantan Timur (174), Aceh (70), Sumatera Barat (69), dan lainnya. Hampir semua provinsi di Indonesia mengalami bencana selama 2016.

BACA JUGA: Buat Peta Bencana Berbasis Media Sosial, Ini yang Harus Diperhatikan BNPB

BNPB mengingatkan seiring meningkatnya curah hujan maka bencana akan meningkat pula. Puncak hujan diperkirakan berlangsung antara Desember 2016 hingga Februari 2017 mendatang. Daerah-daerah rawan banjir, longsor dan puting beliung berpotensi tinggi mengalami bencana. Risiko tinggi ini karena kerentanan juga masih tinggi.

Selain itu, cuaca ekstrem yang bersifat lokal seperti yang terjadi di Garut dan Bandung dapat terjadi di mana saja. Terlebih lagi pasokan uap air dari selatan Jawa masih berlimpah karena hangatnya suhu muka air laut Samudera Hindia di selatan Jawa.

Sutopo juga menyatakan, banjir bandang dapat terjadi dimana saja saat muncul hujan ekstrem. Kritisnya daerah aliran sungai, minimnya kawasan resapan air, tingginya degradasi lingkungan dan banyaknya permukiman yang berkembang di daerah rawan bencana menyebabkan daerah makin rentan menghadapi bencana.

“Masyarakat dihimbau untuk meningkatkan kesiapsiagaannya. Cermati peringatan dini cuaca dari BMKG. Perhatikan kondisi lingkungan di sekitar yang dapat berpotensi menimbulkan bencana. Bencana terjadi saat kita tidak siap,” tutupnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top