90 Persen Terumbu Karang Dunia Diprediksi Akan Punah pada 2050

Reading time: 2 menit
terumbu karang dunia
Foto: pixabay.com

Nusa Dua (Greeners) – Sekitar 90 persen terumbu karang dunia diprediksi akan menghilang pada tahun 2050. Kepunahan terumbu karang ini merupakan ancaman penting bagi ratusan juta orang di beberapa negara berkembang di dunia. Untuk mencegah hal ini, koalisi organisasi filantropi, pemerintah dan non-pemerintah, ilmuwan serta praktisi konservasi dari seluruh dunia meluncurkan sebuah rencana global untuk penyelamatan terumbu karang dari kepunahan yang disebabkan oleh perubahan iklim, polusi dan praktik penangkapan ikan yang buruk.

Peluncuran gerakan bernama ’50Reefs’ tersebut dilakukan pada pembukaan hari kedua pertemuan kelautan skala internasional yang digagas oleh The Economist, World Ocean Summit 2017, di Bali. Direktur Perubahan Institute Global dari University of Queensland, Profesor Ove Hoegh-Guldberg, saat memberikan paparannya mengatakan bahwa gerakan 50Reefs ini akan menjadi rencana global pertama untuk menyelamatkan ekosistem keanekaragaman hayati paling rentan di planet ini.

“Daftar kriteria terumbu karang yang masuk dalam 50Reefs akan diumumkan akhir tahun ini. Nantinya, gerakan ini akan meningkatkan kesadaran pada dampak perubahan iklim terhadap laut sehingga nantinya bisa dibuat strategi investasi yang dibutuhkan untuk melindungi sistem terumbu karang yang penting untuk masa depan,” papar Profesor Ove, Bali, Jumat (24/02).

BACA JUGA: Pengurangan Tangkapan Ikan Berpotensi Meningkatkan Ketahanan Pangan Global

Ia menerangkan, dampak perubahan iklim pada terumbu karang dapat ditandai dengan peristiwa memutihnya karang secara masal. Ini terjadi ketika terumbu karang berada di bawah tingkat stresnya akibat kenaikan suhu air laut. Para ilmuwan memprediksikan bahwa dalam 30 tahun mendatang planet bumi bisa saja kehilangan ekosistem terumbu karang, termasuk hilangnya ribuan spesies ikan dan organisme penting lainnya. Hilangnya terumbu karang ini, menimbulkan ancaman bagi ekosistem serta mata pencaharian yang terhubung ke lautan. Tidak terkecuali manusia.

Eksploitasi perikanan yang berlebihan, pembangunan pesisir, dan polusi yang terjadi saat ini telah memiliki dampak serius pada terumbu karang. Di beberapa tempat, terumbu karang bahkan telah sepenuhnya hancur. Ancaman perubahan iklim telah menambah beban peningkatan kehancuran terumbu karang, dan kini dianggap sebagai ancaman nomor satu bagi masa depan terumbu karang dunia.

“Keberadaan terumbu karang ini sangat penting, tapi tanpa disadari, lambat laun terumbu karang justru tengah berjuang menghadapi kepunahan ekologinya,” kata Ove.

BACA JUGA: 50 Persen Terumbu Karang di Perairan Bulukumba Mengalami Pemutihan

Michael R. Bloomberg, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Utusan Khusus untuk Kota dan Perubahan Iklim, dalam paparan video yang ditampilkan pada acara tersebut menegaskan, ketika banyak orang berpikir tentang perubahan iklim, mereka sering berpikir soal panas yang ekstrim, badai, dan amukan kebakaran hutan. Menurutnya, tidak banyak orang yang tahu bahkan peduli pada dampak perubahan iklim di dasar laut.

“Ini biasa terjadi karena dampaknya itu tidak terlihat di daratan. Padahal, tanpa terumbu karang, kita bisa kehilangan hingga seperempat dari keanekaragaman hayati laut dunia dan ratusan juta orang termiskin di dunia akan kehilangan sumber utama makanan mereka dan mata pencaharian,” kata Michael.

Menurut laporan terbaru dari World Wide Fund For Nature (WWF) tahun 2015, terumbu karang di seluruh dunia diperkirakan memiliki nilai konservatif 1 triliun dolar, yang menghasilkan setidaknya 300-400 miliar dolar per tahun dalam hal makanan dan mata pencaharian dari sektor pariwisata, perikanan dan obat-obatan.

Sebagai informasi, inisiatif gerakan 50Reefs ini digagas oleh The Ocean Agency dan Global Change Institute dari Universitas Queensland dalam kemitraan dengan Google dan XL Catlin, yang melaksanakan survei global komprehensif tentang terumbu karang dan pemutihan karang. Hasil survei ini juga merupakan subjek dari pemenang Audience Award film dokumenter di Sundance Film Festival 2017 berjudul “Chasing Coral,” yang juga akan dirilis di seluruh dunia melalui Netflix.

Penulis: Danny Kosasih

Top