AMAN: Penanganan Risiko Bencana Agar Libatkan Masyarakat Adat

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: greeners.co/Rifky

Jakarta (Greeners) – Masyarakat adat di seluruh dunia memiliki cara dan kepercayaan sendiri dalam memahami dan menjawab permasalahan mitigasi bencana, tidak terkecuali dengan masyarakat adat di Indonesia. Setiap pengalaman hidup yang dimiliki oleh masyarakat adat dan sudah diwariskan secara turun-temurun sejak ratusan tahun lalu, harusnya bisa menjadi satu pengetahuan baru yang bisa diambil dalam hal pengurangan risiko bencana.

Masyarakat adat, dikatakan oleh Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan, sangat sensitif terhadap tanda-tanda datangnya bencana. Sehingga, mereka (masyarakat adat) mampu melahirkan pengetahuan-pengetahuan berbau spiritual seperti mengkramatkan beberapa lokasi tertentu di wilayah mereka.

Menurut Abdon, pengkramatan itu dilakukan bukan hanya berdasarkan hal-hal berbau mistis, melainkan juga wilayah yang rentan terjadi bencana. Apalagi masyarakat adat sadar betul dengan jumlah mereka yang hanya segelintir. Sedikit saja bencana alam datang, maka satu suku bisa punah selamanya.

“Masyarakat adat memiliki zonasi yang jauh lebih kompleks dibandingkan tata peta yang dimiliki oleh negara. Dalam zonasi itu terdapat wilayah-wilayah yang mereka sakralkan. Nah, tempat-tempat sakral yang mereka anggap keramat itu sebenarnya adalah tempat-tempat yang rawan bencana,” ucapnya kepada Greeners, Jakarta, Kamis (07/01).

Sayangnya, lanjut Abdon, banyak orang berpendidikan hanya menganggap hal tersebut sebagai kepercayaan masyarakat semata. Hingga pada akhirnya, negara dan industri banyak menguasai wilayah-wilayah keramat yang menjadi zonasi mereka. Hampir 80 persen wilayah hutan adat saat ini telah beralih fungsi menjadi izin-izin Hak Pengelolaan Hutan (HPH), Hutan Tanaman Industri (HTI) dan perkebunan kelapa sawit.

“Sekarang zonasi wilayah ini dikuasai oleh kekuasan industri maupun politik. Bahkan kuburan-kuburan yang masih ada bentuk fisik kuburan pun digusur, apalagi wilayah keramat yang bentuknya hanya hutan dan mata air,” ujarnya.

Untuk itu, lanjutnya, upaya negara untuk hadir di tengah masyarakat seharusnya juga mempertimbangkan untuk melibatkan masyarakat adat dalam melakukan pengurangan risiko bencana. Karena, masyarakat adat merupakan kelompok rentan yang strategis untuk diprioritaskan ketika membicarakan perihal pengurangan resiko bencana dan kebencanaan secara umum.

“Berdasarkan peta resiko bencana dan peta indikatif masyarakat adat, sebagian besar masyarakat adat di indonesia berkehidupan di kawasan dengan kelas kerawanan potensi bencana yang sedang dan besar,” tandasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top