Eco Iftar, MUI dan Greenpace Ajak Masjid Kurangi Sampah Plastik

Reading time: 3 menit
eco iftar
Ilustrasi buka puasa bersama. Foto: wikimedia commons

Jakarta (Greeners) – Bulan Ramadhan menjadi momen dimana umat Muslim di seluruh dunia mendekatkan diri pada Sang Pencipta sambil menjalankan ibadah puasa. Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia Dr. Hayu S. Prabowo mengatakan bahwa Ramadhan juga momen untuk membangkitkan kesadaran umat Muslim bahwa pelestarian lingkungan dan pemeliharaan alam sebagai bagian dari iman dan tanggung jawab sosial.

Hayu mengatakan hal tersebut selaras dengan firman Allah SWT dengan mengutip Al-Quran Surah al-Qashas ayat 77 yang berbunyi , “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

“Intinya merawat lingkungan itu hukumnya wajib karena kita diberikan amanah untuk menjaga bumi dan segala isinya yang artinya ini termasuk manusia, bintang, dan tumbuh-tumbuhan. Hal itu menjadi tanggungjawab kita di mana nanti akan diminta pertanggungjawabannya sebagai penjaga bumi,” ujar Hayu dalam acara buka puasa di Masjid Raya Pondok Indah, Senin (04/05/2018). Acara ini diselenggarakan Greenpeace Indonesia bekerjasama dengan Lembaga PLH & SDA MUI dan menerapkan konsep Eco Iftar sekaligus menjadi tanda dimulainya kampanye #PantangPlastik.

BACA JUGA: KLHK Tegaskan Indonesia Siap Mengendalikan Sampah Plastik

Mengacu pada laporan yang dikeluarkan oleh Greenpeace tahun 2006, Plastic Debris in the World’s Ocean, setidaknya terdapat 267 spesies binatang yang terancam akibat terkena jeratan atau menelan sampah plastik dan merupakan salah satu penyebab kematian mamalia laut dan burung serta ikan setiap tahunnya.

“Krisis lingkungan hidup dengan berbagai manifestasinya sejatinya adalah krisis moral karena manusia memandang alam sebagai obyek bukan subyek dalam kehidupan semesta. Maka, penanggulangan terhadap masalah ini haruslah dengan pendekatan moral. Pada titik inilah agama harus tampil berperan,” kata Hayu.

MUI sendiri memandang permasalahan sampah sebagai masalah serius. Oleh karena itu, MUI telah menetapkan Fatwa Nomor 47 tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan, memanfaatkan barang-barang gunaan untuk kemaslahatan serta menghindarkan diri dari berbagai penyakit serta perbuatan tadzir (berbuat sia-sia) dan israf (berbuat berlebih-lebihan).

“Salah satu bentuk penerapan fatwa ini adalah melalui program Eco Masjid yang diinisiasi oleh MUI dan Dewan Masjid Indonesia (DMI). Kegiatan Eco Iftar bersama Greenpeace kali ini juga merupakan salah satu upaya ke arah sana,” ujar Hayu.

BACA JUGA: Pengelolaan Sampah Asian Games Terapkan Konsep Less Waste

Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi, ditemui dalam acara yang sama mengatakan bahwa kategori single use plastic atau plastik sekali pakai yang paling sering digunakan di Indonesia dan di seluruh dunia antara lain botol plastik, kantong plastik, sedotan plastik dan wadah makanan yang terbuat dari plastik.

“Pesan penting kami adalah pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dalam berbagai kegiatan masjid seiring momen Ramadhan, di mana umat kerap berkumpul dalam skala besar. Kegiatan ini merupakan bagian dari kampanye #PantangPlastik yang memberdayakan masyarakat perkotaan sebagai pelaku sekaligus target utama perubahan sikap,” kata Atha.

Menurut Atha, pengangkutan sampah di Jakarta tidak penuh seratus persen melainkan hanya sekitar 47% yang sampai ke TPA Bantar Gebang, sisanya berakhir di saluran air, sungai, selokan air, dan laut. Khusus sampah plastik, sampah ini tidak menghilang begitu saja melainkan berubah menjadi mikroplastik dan dimakan oleh satwa-satwa yang ada di lautan.

“Mikroplastik yang ada di dalam badan satwa laut itu tidak akan bisa hancur tapi mengendap, dan ikan yang menjadi salah satu pangan kita tercemar oleh mikroplastik dan masuk ke rantai makanan kita,” katanya.

Kampanye #PantangPlastik ini merupakan upaya pengurangan penggunaan plastik sekali pakai saat kegiatan berbuka puasa yang diadakan di masjid-masjid di Jakarta dan Bandung. Menurut Atha, pemanfaatan gelas keramik, piring kaca, bungkus daun pisang atau wadah rotan lebih banyak digunakan di masjid-masjid dalam kegiatan ini. Kampanye ini juga menggugah inisiatif-inisiatif baru berwawasan hijau dalam lingkungan masjid di masa mendatang.

“Kita kedepannya akan melakukan pendekatan-pendekatan ke rumah-rumah ibadah lainnya, seperti Kristen, Hindu, Budha karena kita melihat bahwa nilai-nilai agama secara universal punya nilai untuk menjaga lingkungan secara umum. Kami juga tetap mendorong pemerintah dan korporasi untuk menyelesaikan masalah sampah,” pungkas Atha.

Penulis: Dewi Purningsih

Top