Global Peatland Initiatives Jadi Landasan Upaya Restorasi Gambut Dunia

Reading time: 2 menit
global peatland initiatives
Ilustrasi. Foto: glennhurowitz/flickr.com

Jakarta (Greeners) – Para ahli telah memperkirakan bahwa gambut yang kering dan terbakar bertanggungjawab atas setidaknya lima persen dari total emisi karbon yang disebabkan oleh manusia yang memicu perubahan iklim, di samping dampak langsung terhadap ekonomi dan kesehatan manusia akibat gangguan asap kebakaran.

Indonesia sendiri memiliki luas gambut tropis terbesar di dunia, diikuti oleh Republik Demokratik Kongo, Peru dan negara-negara tropis lainnya. Melihat pentingnya perlindungan dan pemulihan gambut tropis untuk kepentingan global, maka United Nation Environment Program (UNEP) berinisiatif untuk membentuk Inisiatif Lahan Gambut Global atau Global Peatland Initiatives (GPI).

GPI beranggotakan negara-negara pemilik hutan dan lahan gambut tropis luas, organisasi multilateral, dan organisasi non-pemerintah (NGOs) yang memiliki perhatian dan komitmen terhadap perlindungan, restorasi dan pengelolaan gambut secara berkelanjutan.

BACA JUGA: Restorasi Gambut Tingkat Tapak, BRG Latih 241 Fasilitator Desa

Tim Christophersen, Programme Officer Senior Hutan dan Perubahan Iklim dari UNEP menjelaskan bahwa GPI diluncurkan pada Konferensi Perubahan Iklim di Maroko (UNFCCC COP22) tahun lalu. Persoalan gambut dunia, katanya, berawal dari terbatas dan belum meluasnya pengetahuan tentang pentingnya ekosistem gambut bagi perlindungan iklim dunia.

Akibatnya gambut yang merupakan ekosistem rentan dan kaya keanekaragaman hayati cenderung di konversi dan dialihgunakan menjadi areal konsesi budidaya yang disertai dengan pengeringan gambut secara masif. Kebijakan alih guna lahan yang demikian adalah kurang tepat dan bijaksana. Oleh sebab itu, pemerintah negara-negara dengan luasan gambut luas perlu melakukan langkah perlindungan gambut yang tegas.

“Hal ini sejalan dengan komitmen negara-negara terhadap pencegahan perubahan iklim sebagaimana disepakati dalam Perjanjian Paris,” terangnya dikutip dari keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Senin (15/05).

Indonesia, dijelaskan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, merupakan negara pertama yang menjalankan restorasi gambut secara masif dan akan menurunkan emisi gas rumah kaca hingga mencapai satu giga ton. Menurut Siti, Indonesia berada di jalur paling baik untuk memenuhi Perjanjian Paris dibandingkan negara-negara lain.

BACA JUGA: Badan Restorasi Gambut: Ada Kesalahan Persepsi Soal Kerja BRG

GPI, terusnya, menjadi landasan yang memungkinkan Indonesia menjadi contoh bagi dunia dalam upaya restorasi gambut serta lansekap dataran rendah dimana kubah-lubah gambut berada. Komitmen Pemerintah Indonesia untuk menjadi tuah rumah pertemuan mitra GPI merupakan langkah fundamental bagi inisiatif ini.

“Indonesia tidak akan mundur selangkahpun dalam melindungi gambut dan memperbaiki gambut yang rusak. Untuk itu dibutuhkan ketegasan pemerintah dalam melakukan penegakan hukum,” kata Siti.

Ia juga menyatakan bahwa pemerintah Indonesia siap bergandengan dengan mitra nasional dan internasional, termasuk masyarakat sipil dan dunia usaha, yang sedang mengupayakan tata kelola gambut yang lebih baik. Oleh karena itu, Global Peatlands Initiative ini merupakan langkah yang sangat baik dalam perlindungan gambut Indonesia, semata-mata untuk kepentingan publik yang lebih luas.

Kepala Badan Restorasi Gambut, Nazir Foead menyatakan bahwa GPI membuka peluang besar bagi Badan Restorasi Gambut untuk berbagi pengalaman dan belajar dari negara lain tentang perlindungan dan pemulihan ekosistem gambut secara tepat, efektif dan efisien. Forum semacam ini, tuturnya, dirasa sangat penting untuk masa depan stabilisasi iklim global. “Saya berharap mitra GPI akan terus bertambah, sehingga inisiatif ini berdampak signifikan,” kata Nazir.

Sebagai informasi, pertemuan mitra GPI yang kedua ini dihadiri oleh perwakilan Republik Kongo, Republik Demokratik Kongo dan Peru, beserta lembaga UN, lembaga donor, perwakilan perguruan tinggi dan masyarakat sipil. Pertemuan ini bertujuan antara lain pemuktahiran basis data terkait lahan gambut global dan mengkompilasi pengalaman pengelolaan lahan gambut berkelanjutan dan strategi restorasi gambut.

Penulis: Danny Kosasih

Top