Hadapi Banyak Kendala, Tim Pemantau Independen Kehutanan Harus Diperkuat

Reading time: 2 menit
Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Jakarta (Greeners) – Indonesia telah memiliki Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk mengawal perbaikan tata kelola hutan lestari, menghilangkan pembalakan liar dan perdagangannya. Sistem yang sudah disusun secara multi pihak tersebut juga menempatkan masyarakat sipil sebagai pemantau independen untuk turut menjamin kredibilitas SVLK.

Sayangnya, masih banyak kendala di lapangan yang harus dihadapi oleh pemantau independen tersebut. Padahal keberadaan pemantau independen telah diakui secara legal melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 30 Tahun 2016.

Ian Hilman dari Eyes on the Forest mengatakan, meskipun peran pemantau independen sudah banyak membantu pemerintah, namun hingga saat ini masih saja belum dimaksimalkan dengan baik oleh pemerintah. Sebagai contoh hambatan yang masih banyak dialami oleh pemantau adalah terbatasnya data dan informasi yang diberikan oleh pemerintah maupun perusahaan.

“Hingga saat ini kami masih dibatasi dalam melakukan pemantauan di lapangan. Masalah data juga misalnya peta, sulit sekali kami dapatkan. Padahal kami butuh untuk membedakan lahan di dalam maupun di luar konsesi,” katanya di Jakarta, Selasa (30/08).

BACA JUGA: LSM Lingkungan Tuntut Penegakkan Hukum untuk Dukung Penerapan FLEGT

Selain itu, terkait pembiayaan, Muchammad Ichwan dari Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Mangkubumi menginginkan adanya pembahasan terkait skema pembiayaan untuk pemantau independen dengan tetap memegang independensinya sebagai lembaga.

“Harapan kami agar bisa maksimal dalam memantau karena jika secara swadaya ini akan sulit. Jadi, selain diakui secara legalitas, juga didukung,” tambahnya.

Terkait revisi Peraturan Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) tentang Pemantau Independen yang masih saja belum disahkan, Dirjen PHPL Ida Bagus Putera Prathama mengatakan kalau draf revisi tersebut telah rampung dan siap ditandatangani.

Ida menjelaskan ada beberapa poin yang akan direvisi dalam Perdirjen PHPL tersebut, seperti urusan tentang akses informasi dan keamanan para pemantau independen dalam melakukan kerja-kerja pemantauannya. Selain itu, akan diperkuat pula pengawasan terhadap implementasi SVLK dengan memanfaatkan keberadaan pemantau independen tersebut.

“Kalau soal data dari kementerian lain yang sulit diakses padahal sudah diputuskan oleh Komisi Informasi Pusat (KIP) data tersebut adalah data terbuka, maka pemantau bisa mengajukan surat kepada kami agar kami bisa menjadi penyambung. Tapi kalau itu sudah dinyatakan terbuka, seharusnya kementerian tersebut membukanya,” ujar Putera.

BACA JUGA: SVLK Jawaban Atas Bisnis Kehutanan yang Berkelanjutan

Sebagai informasi, hingga saat ini, pemantau independen yang ada di Indonesia tersebar di seluruh wilayah melalui berbagai jaringan, lembaga dan individu. Seperti Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK), Eyes on the Forest (EoF), PPLH Mangkubumi, Lingkar Studi Pengembangan Pedesaan (LSPP), Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia (YCHI), Auriga Nusantara dan Indonesian Center for Environtmental Law (ICEL).

Keberadaan pemantau independen sendiri telah terbukti dalam beberapa tindakan. Naiknya kasus-kasus kejahatan kehutanan ke meja peradilan di Indonesia tidak lepas dari kerja-kerja tim pemantau di lapangan.

Seperti kasus korupsi kehutanan di Riau, kasus illegal logging Labora Sitorus di Papua, penangkapan tiga orang cukong Malaysia yang melakukan pembalakan liar di perbatasan Indonesia-Malaysia, kasus kebakaran hutan PT. Bumi Mekar Hijau di Sumatera Selatan dan pengungkapan kasus 80 kontainer berisi kayu ilegal di Jawa Timur.

Penulis: Danny Kosasih

Top