IFEX 2016, Seminar SVLK Dibatalkan, Dyandra Beri Klarifikasi

Reading time: 3 menit
Ilustrasi: nurus.com

Jakarta (Greeners) – Indonesia International Furnitur Expo (IFEX) baru saja dilangsungkan pada tanggal 11-14 Maret 2016. Namun dalam acara tersebut, Multistakeholders Forestry Programme (MFP) selaku penyelenggara stand Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menganggap bahwa pelaksanaan IFEX 2016 tidak mendukung pelestarian hutan di Indonesia. Hal ini dikarenakan terjadinya pembatalan acara seminar bertemakan Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) bertajuk “Tiket Menuju Flegt Licence” yang dijadwalkan berlangsung pada Minggu, 13 Maret 2016, pukul 13.00 WIB kemarin.

Menurut Direktur Program MFP, Smita Notosusanto, pembatalan ini sangat merugikan karena SVLK merupakan kebijakan pemerintah yang dikembangkan oleh multi pihak selama lebih dari 10 tahun dan ditujukan untuk melestarikan hutan Indonesia, serta meningkatkan daya saing ekspor produk kayu legal Indonesia di pasar global. Stand MFP sendiri menampilkan 15 Industri Kecil Menengah (IKM) Mebel, Kerajinan dan Hutan Rakyat dalam IFEX 2016.

“Padahal acara talkshow tersebut sudah dimuat di dalam buku handbook IFEX dan announcement board di sekitar lokasi pameran yang diterbitkan oleh Dyandra Promosindo,” ujarnya.

Menurut MFP, Dyandra Promosindo selaku event organizer IFEX 2016 hanya menyatakan bahwa pembatalan dilakukan karena alasan internal dari pihak penyelenggara. Namun secara lisan dan melalui pesan singkat (SMS), pihak Dyandra menyampaikan bahwa pembatalan tersebut diminta oleh mitra Dyandra Promosindo dalam penyelenggaraan IFEX, yaitu AMKRI (Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia).

Smita menuding AMKRI menggunakan alasan bahwa SVLK memberatkan IKM Mebel. Menurut fakta, 93% dari eksportir mebel Indonesia yang aktif melakukan ekspor sudah ber-SVLK. Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa telah mencapai tahapan akhir negosiasi yang akan melahirkan penerbitan lisensi FLEGT (Forest Law Enforcmen Governance and Trade) untuk semua produk kayu Indonesia yang diekspor ke 28 negara Eropa.

Setelah FLEGT License dikeluarkan, maka semua ekspor produk kayu Indonesia akan masuk kategori green line tanpa memerlukan uji tuntas (due diligence). Ini berarti produk kayu Indonesia bakal mendominasi pasar Eropa karena Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang mendapat FLEGT License.

“Kami menyayangkan bahwa IFEX tidak mendukung kebijakan pemerintah tentang SVLK, yang berarti IFEX juga tidak mendukung pelestarian hutan Indonesia. Akibat pembatalan ini, pihak kami sebagai penyelenggara stand KLHK harus menanggung risiko rusaknya nama baik kami dan juga nama baik KLHK sebagai pemilik stand,” katanya.

Direktur Dyandra Promosindo Hendra Noor Saleh. Foto: greeners.co/Rifky Fadzri

Direktur Dyandra Promosindo Hendra Noor Saleh. Foto: greeners.co/Rifky Fadzri

Menanggapi hal ini, Direktur Dyandra Promosindo Hendra Noor Saleh melalui keterangan tertulisnya mengaku sangat terkejut dan kecewa atas pernyataan dari pihak MFP. Menurutnya, pernyataan MFP sangat tendensius, tidak lengkap, berpotensi merusak nama baik dan mengesankan ada pemboncengan kepentingan.

“Faktanya adalah pada hari Sabtu 12 Maret, di Anomali Cafe Jiexpo Kemayoran, telah terjadi pertemuan yang kondusif antara pihak Event Organizer Dyandra, yakni Bapak Daswar Marpaung (Direktur) dan Sae Tanangga Karim (GM) dengan MFP yang diwakili oleh Bapak Widya, Ibu Julia dan tiga orang lainnya,” kata Hendra, Jakarta, Senin (14/03).

Pada pertemuan tersebut, lanjutnya, pihak Dyandra telah menyampaikan seluruh aspek dengan apa adanya, tanpa ada yang ditutup-tutupi. Ditegaskan pula bahwa posisi Dyandra adalah event organizer/EO (pelaksana pameran), sementara pemilik event adalah AMKRI. Dengan posisi itu, EO harus tunduk pada kebijakan pemilik event.

“AMKRI sebagai pemilik event menilai topik ‘SVLK, Ticket Menuju Flegt Licence’ kurang tepat dan tidak bijaksana dilakukan di tengah-tengah pelaksanaan pameran Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2016, mengingat fokus IFEX yaitu temu pebisnis lokal dengan buyers (pembeli) dari luar dan dalam negeri,” jelasnya lagi.

Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa tim dari MFP kemudian menemui operator lapangan Dyandra dengan permintaan peminjaman ruangan berbeda untuk seminar. Sifatnya pinjam atau numpang, bukan sewa dan tidak ada ikatan kontrak tertulis.

Sebagai wujud suportif tim pelaksana Dyandra terhadap peserta pamerannya, permintaan tersebut coba diakomodir, sembari menunggu persetujuan dari manajemen Dyandra maupun host AMKRI. Namun, mengingat waktu yang mepet, topik seminar SVLK dicetak dulu dalam handbook, dengan catatan tertulis pada bagian bawah: all content is subject to change without prior notice.

“Kemudian sampailah informasi ini ke pihak AMKRI sebagai pemilik event. Bagi Dyandra, kami selalu bersikap hati-hati, netral dan tidak mau melibatkan diri dalam pro-kontra sebuah topik, tapi jelas dan terang harus sejalan dengan keinginan pemilik event. Ini standar bekerja EO di manapun ia berada,” tegasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top