Jaga Keamanan Pangan, Kementan Kampanyekan Konsumsi Ayam Dingin Segar

Reading time: 2 menit
ayam dingin segar
Sri Mukartini (keempat dari kanan) bersama Sekretaris Direktorat Jenderal Kementerian Pertanian Dr. Ir. Riwantoro (tengah), perwakilan dari Kedutaan Belanda dan Duta Kampanye Ayam Dingin Segar Chef Edwin Lau berfoto bersama dalam peluncuran Kampanye Ayam Dingin Segar di Jakarta, Kamis (06/10). Foto: greeners.co/Renty Hutahaean

Jakarta (Greeners) – Pemerintah melalui Kementerian Pertanian Republik Indonesia mendorong masyarakat untuk mengonsumsi daging ayam yang diedarkan dari rumah pemotongan unggas sebagai upaya untuk menjaga kesehatan dan keamanan pangan. Hal ini dilakukan dalam bentuk kampanye “Ayam Dingin Segar”.

Direktur Kesejahteraan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Sri Mukartini, menyatakan, hingga kini masyarakat masih mengonsumsi daging unggas, khususnya ayam, yang dipotong dan dijual dengan cara yang kurang higienis.

“Kalau untuk yang dipasarkan, kami menyarankan daging yang dingin chill (suhu di bawah 4 derajat Celcius) atau frozen (suhu dibawah minus 18 derajat Celcius). Dengan suhu tersebut mikroorganisme akan tertahan perkembangbiakannya. Sementara kondisi di pasar, 80 persen daging dalam bentuk hot sehingga banyak pemalsuan dengan memakai pengawet kimia supaya selflife daging lebih lama. Itu tidak boleh. Mau tidak mau harus dengan rantai dingin,” ujarnya saat ditemui usai peluncuran Kampanye Ayam Dingin Segar pada Kamis (06/10) pagi di Jakarta.

BACA JUGA: Produk Perikanan Indonesia Bebas Bea Masuk ke Amerika Serikat

Selama proses pengerjaannya benar, lanjut Mukartini, proses rantai dingin akan membuat daging tetap segar lebih lama, membuat daging lebih higienis, dan harga lebih stabil.

“Rantai dingin itu artinya mulai dari diproduksi sampai dipasarkan itu (daging) harus dalam keadaan dingin terus. Kalau dijual dalam keadaan frozen, daging bisa tahan selama satu tahun, tapi kalau chill daging bisa tahan satu minggu, selama proses pengerjaannya benar. Sehingga kita akan memberikan konsumen kualitas yang lebih baik, kemanannya lebih terjamin, juga lebih tidak rentan terhadap fluktuasi harga,” katanya.

ayam dingin segar

Direktur Kesejahteraan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Sri Mukartini. Foto: greeners.co/Renty Hutahaean

Untuk menjaga kesehatan lingkungan dan menghindari penularan penyakit hewan ke manusia atau zoonosis, lanjut Mukartini, Pemerintah Daerah DKI Jakarta telah menerbitkan aturan yang melarang pemotongan hewan di pasar. Oleh karena itu, pemotongan hewan dilokalisir di beberapa titik yang sudah dipersiapkan, seperti untuk wilayah Jakarta Selatan di Petukangan, dan wilayah Jakarta Timur di Cakung dan Rawa Kepiting.

“Sebetulnya, pelaku (pedagang daging) harus melakukan proses rantai dingin itu sudah ada aturan-aturannya. Sejak tahun 1992 sudah ada aturannya, tapi mereka tidak menerapkan itu karena konsumen kita tidak cerewet. Dari aspek keamanannya, dengan kampanye ini kami ingin meningkatkan awarness dari konsumen. Kami mencoba mengubah strategi, dari pendekatan ke pelaku menjadi ke konsumen,” ungkapnya.

BACA JUGA: Benarkah Mengonsumsi Daging Mentah Lebih Sehat?

Sebagai informasi, Kementerian Pertanian meluncurkan kampanye ayam dingin segar pada Kamis (06/10). Kampanye ini merupakan bagian dari program keamanan pangan di sektor unggas yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan di Indonesia.

Kampanye ini akan berlangsung mulai awal Oktober 2016 hingga akhir Juni 2017. Sebagai permulaan, kampanye “Ayam Dingin Segar” ini akan dilakukan di 20 titik di wilayah Jabodetabek.

Terkait kebijakan pemotongan hewan di rumah potong, sebelumnya sudah diatur dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian Nomor 413/Kpts/ TN.310/7/1992 tentang Pemotongan Hewan dan Penanganan Daging serta hasil ikutannya, SK Menteri Pertanian Nomor 306/Kpts/TN.330/ 4/1994 tentang Pemotongan Unggas dan Penanganan Daging serta hasil ikutannya, termasuk Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2007 tentang Pengendalian Pemeliharaan dan Peredaran Unggas.

“Sekarang ini fungsi pengawasan ada di dinas daerah. Dengan keterbatasan petugas, mungkin ini belum optimal. Kedepannya pemerintah daerah harus punya awareness juga,” pungkasnya.

Penulis: Renty Hutahaean

Top