Karhutla, Pembukaan Lahan dengan Cara Membakar Hutan Masih Dibiarkan

Reading time: 2 menit
karhutla
Deputi Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Tri Budiarto (paling kiri) mengkritisi beberapa program pencegahan karhutla dalam acara Green Ramadhan di gedung Manggala Wanabhakti, Jumat (10/06). Menurutnya semua pihak jangan terlalu cepat berpuas diri terhadap program yang masih belum terukur hasilnya. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Jakarta (Greeners) – Sebagian besar permasalahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia memiliki sebab yang terus berulang. Deputi Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Tri Budiarto menegaskan, kebiasaan masyarakat yang dibiarkan untuk membuka lahan dengan cara membakar adalah salah satu penyebabnya.

Menurut Tri, konsep pengolahan lahan tanpa bakar yang digadang-gadang bisa menjadi solusi dalam menyelesaikan permasalahan karhutla harus benar-benar dilaksanakan dengan serius. Selain itu, Tri juga mengkritisi beberapa program pencegahan karhutla yang dilakukan oleh KLHK. Semua pihak, katanya, jangan terlalu cepat puas diri dalam melaksanakan program yang masih belum terukur hasilnya, seperti program masyarakat peduli api maupun pembangunan embung dan kanal blocking.

BACA JUGA: Potensi Kebakaran Hutan Mulai Terpantau di Beberapa Wilayah

“Kita ini terlalu cepat berpuas diri dan mengklaim keberhasilan sebuah program. Padahal belum pernah ada evaluasi yang mendalam terkait program tersebut. Akhirnya, lagi dan lagi setiap terjadi karhutla, semua pihak baru sibuk. Kita juga tahu karakteristik masyarakat yang mudah lupa, jadi jangan sampai beberapa tahun kemudian tidak ada yang memelihara program-program itu dan saat dibutuhkan malah tidak berfungsi,” tegasnya saat mengisi acara Green Ramadhan di Manggala Wanabhakti, Jakarta, Jumat ( 10/06).

Permasalahan anggaran yang selalu dis-kontinyu atau tidak berlanjut pun menjadi kendala dalam penanggulangan karhutla, tambahnya. Padahal, kementerian bisa saja menempatkan anggaran wajib untuk penanganan masalah ini agar jika sewaktu-waktu dibutuhkan bisa segera digunakan. Ia juga mengingatkan agar tidak melupakan pendekatan kultural yang dibarengi dengan pendekatan yuridis sehingga aspek sosial terpenuhi.

“Jika ingin masyarakat benar-benar melestarikan alam maka pemerintah harus memberi contoh dengan baik. Sosialisasikan pelaksanaan dan program pelestarian yang nyata, sehingga jangan lebih banyak anekdot,” tambah Tri.

BACA JUGA: Antisipasi Karhutla 2017, KLHK Minta Gubernur dan Dunia Usaha Waspada

Raffles Brotestes Panjaitan, Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, mengatakan, pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah memang seduah lama terjadi dan masih belum bisa diselesaikan. Padahal, menurutnya, pembiaran inilah yang mampu menjadi kunci persoalan penyelesaian karhutla di tanah air. Ia menganggap kalau seluruh pemangku kepentingan, baik di pusat maupun di daerah termasuk korporasi dan masyarakat, sudah harus mulai terpadu dan bersama-sama memprioritaskan permasalahan ini.

“Pembiaran itu terjadi di grass root. Tapi saat kita tanya di beberapa desa tanggap bencana dan yang punya masyarakat peduli api, justru banyak (titik api) yang belum terdeteksi. Seperti data di kami misalnya, ada 783 desa paling rawan karhutla, sementara di Kementerian Desa malah angkanya beda. Ini kan susah. Semua harus terpadu mengatasi permasalahan ini,” tutupnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top