Kerjasama Antar Negara Diperlukan untuk Hadapi Kejahatan Terorganisasi Transnasional

Reading time: 2 menit
kejahatan terokerjasama antar negaraganisasi
Menteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Thailand Jenderal Surasak Kanchanarat membuka Diskusi regional untuk menjawab tantangan kasus perdagangan satwa dan tumbuhan ilegal di wilayah Asia, Rabu (13/09). Foto: greeners.co/Syaiful Rochman

Bangkok (Greeners) – Diskusi regional untuk menjawab tantangan kasus perdagangan satwa dan tumbuhan ilegal di wilayah Asia dibuka secara resmi pada Rabu (13/09) di Miracle Grand Convention Hotel Bangkok, Thailand. Acara ini secara resmi dibuka oleh Jenderal Surasak Kanchanarat selaku Menteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Thailand. Diskusi ini dihadiri oleh perwakilan dari beberapa negara ASEAN yaitu Brunei Darusalam, Kamboja, Cina, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand, Vietnam dan Indonesia.

Dalam sambutannya, Jenderal Surasak Kanchanarat menyampaikan pentingnya peningkatan kerjasama antar negara di Asia dalam penangangan kasus perdagangan satwa ilegal yang sudah sejak lama masuk dalam kategori Transnational Organized Crime (TOC) atau kejahatan terorganisasi transnasional.

“Thailand telah secara konsisten meningkatkan usaha dan aksi serius dalam menangani kejahatan ini, namun hal tersebut tidak akan pernah cukup tanpa semangat kerjasama yang kuat diantara negara ASEAN. Walaupun secara domestik terlihat ada penurunan kasus perdagangan satwa ilegal, distribusi secara internasional masih sangat tinggi. Hanya melalui semangat kerjasama yang kuat antar negara ASEAN kita bisa secara efektif mengupas seluruh rantai distribusi kejahatan ini,” tegasnya.

BACA JUGA: Pelaku Perdagangan Satwa Liar Dilindungi Akan Dijerat UU Pencucian Uang

Kegiatan yang telah diselenggarakan untuk yang ke empat kalinya ini bertujuan untuk saling memberikan laporan mengenai kondisi terbaru serta penguatan usaha bersama dalam penegakan hukum kasus perdagangan satwa dan tumbuhan ilegal di wilayah Asia.

Hasil dari diskusi ini juga dirancang untuk memberikan dukungan terhadap rencana aksi dan kerjasama antar negara ASEAN untuk CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam yang merupakan hasil perjanjian internasional antarnegara yang disusun berdasarkan resolusi sidang anggota World Conservation Union (IUCN).

Perwakilan Indonesia untuk dialog ini adalah Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Timur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tamen Sitorus. Tamen dalam laporannya memberikan gambaran mengenai tantangan dan capaian yang dihadapi Indonesia dalam menangani kasus perdagangan satwa ilegal.

BACA JUGA: Banyak Jaksa yang Belum Paham Konservasi Satwa Liar

Berdasarkan country report yang disampaikan, Indonesia melalui upaya yang sangat keras dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah sangat serius dengan ditandai bahwa Indonesia sudah menjalin kerjasama yang sangat ketat terkait Multidoor Aproach Law Enforcement. Ini merupakan terobosan yang luar biasa dimana tersangka perdagangan satwa ilegal bisa dijerat dengan pasal berlapis seperti pencucian uang (money laundry), korupsi dan bahkan pajak (tax).

“Terkait ada challenge itu hal yang biasa, pasti ada tantangan, tinggal kita lebih jeli saja dalam melihat perkembangan manuver dari para pelaku kejahatan ini. Seperti contohnya penggunaan social media dan kode-kode khusus dalam modus operasinya” jelasnya.

Diskusi regional ini difasilitasi oleh Kementerian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Thailand dengan dukungan penuh dari USAID WILDLIFE ASIA, dan IUCN. Beberapa isu yang diangkat dalam diskusi regional ini seputar penanganan dan perkembangan terhadap kasus perdagangan liar Trenggiling, Harimau, Badak, Gajah, dan jenis kayu Siameese Rosewood.

Penulis: Syaiful Rochman

Top