KLHK Dituntut Patuhi UU Keterbukaan Informasi Publik

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Keterlibatan masyarakat dalam merumuskan, melaksanakan, sampai dengan mengawasi pelaksanaan sebuah kebijakan publik merupakan prasyarat utama dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance), sebagaimana dimandatkan dalam pasal 3 Undang Undang Nomor 14 tahun 2008.

Untuk itu, sekelompok organisasi lingkungan menuntut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mematuhi UU Keterbukaan Informasi Publik sesuai dengan putusan sidang sengketa informasi publik yang dijatuhkan Komisi Informasi Pusat (KIP) pada tanggal 8 Mei 2015.

Mardi Minangsari, Dinamisator Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) mengatakan, dalam sidang tersebut KIP mengabulkan permohonan informasi oleh Forest Watch Indonesia (FWI) dan menyatakan bahwa beberapa jenis informasi yang dimohonkan merupakan dokumen terbuka yang harus dapat diakses publik.

Namun, alih-alih mematuhi putusan sidang, KLHK malah menyatakan keberatan atas putusan KIP dan mengajukan banding kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada tanggal 29 Mei 2015.

“KLHK secara jelas telah mengabaikan UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan juga melanggar visi pemerintahan dalam menjalankan transparansi tata kelola pemerintahan sebagaimana tertuang dalam Nawacita,” jelasnya melalui keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Kamis (11/06).

Menurut Mardi, dalam dokumen permohonan keberatan yang dikirimkan oleh KLHK kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN-Jakarta), argumentasi KLHK lagi-lagi menyebutkan data yang dimohonkan oleh FWI merupakan data rahasia perusahaan, sehingga data tersebut dikecualikan.

Data yang dimohonkan itu, kata Mardi lagi, berupa data perencanaan kehutanan seperti Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK), Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) dan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang mana data tersebut sangat dibutuhkan untuk memantau kinerja pengusahaan hutan yang saat ini menyebabkan hancurnya sumber daya alam dan banyaknya konflik dengan masyarakat lokal atau adat.

Keberatan KLHK ini, jelas Mardi, merupakan langkah mundur dari Pemerintah dalam hal keterbukaan dan transparansi pengelolaan kehutanan. Padahal, pemerintah sudah meratifikasi perjanjian kerjasama internasional dengan Uni Eropa dalam hal perdagangan kayu. Secara spesifik kerjasama tersebut mendukung penuh transparansi dalam aspek pengelolaan hutan (termasuk penyediaan data dan informasi yang saat ini dianggap oleh KLHK adalah rahasia).

Selain itu, sistem verifikasi legalitas kayu yang berlaku di Indonesia mengatur keberadaan pemantau independen yang mengawasi pelaksanaan aturan tersebut dan juga menjamin akses informasi publik bagi pemantau.

Teguh Surya, Juru Kampanye Politik Hutan Greenpeace menyatakan, sudah kedua kalinya pada tahun ini KLHK menolak permohonan informasi terkait pengelolaan kehutanan. Pertama, permohonan SHP file, dan kedua, permohonan data perencanaan hutan. Alasan yang dikedepankan juga selalu berkutat dengan rahasia perusahaan.

“KLHK harus berdiri diatas kepentingan publik dan bukan pada kepentingan segelintir pengusaha. Langkah yang diambil KLHK ini sangat bertolak belakang dengan semangat Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam yang baru saja di tandatangani oleh 27 kementerian dan lembaga. Ketertutupan yang semakin digencarkan oleh KLHK malah akan membuka potensi korupsi yang semakin besar,” tambahnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top