Koalisi Masyarakat Sipil Daftarkan Uji Materiil Perpres 18/2016

Reading time: 2 menit
uji materiil
Ilustrasi: greeners.co

Jakarta (Greeners) – Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan individu yang bergerak di bidang pengelolaan sampah dan lingkungan hidup yang tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak Bakar Sampah, pada Jumat pagi mendaftarkan permohonan uji materiil terhadap Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah di Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya dan Kota Makassar.

Permohonan uji materiil ini diajukan ke Mahkamah Agung (MA) oleh 15 orang pemohon perorangan yang berasal dari kota-kota yang menjadi sasaran Perpres 18/2016 dan 5 lembaga swadaya masyarakat yaitu Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), BaliFokus, KRuHA dan Gita Pertiwi.

BACA JUGA: Koalisi Masyarakat Sipil Ajukan Uji Materi Perpres Percepatan PLT Sampah

Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), mengatakan ada lima alasan uji materiil diajukan. Pertama, bagian terkait “Percepatan” dalam Perpres 18/2016 bertentangan dengan kerangka hukum pencegahan dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kedua, pembatasan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah dengan teknologi termal dalam Perpres 18/2016 bertentangan dengan sistem pengelolaan sampah dan tujuan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Ketiga, keberadaan Perpres 18/2016 menimbulkan ancaman serius yang tidak dapat dipulihkan terhadap lingkungan hidup dan kesehatan manusia sehingga bertentangan dengan UU Kesehatan, UU Pengesahan Konvensi Stockholm tentang Bahan Organik yang Persisten dan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Keempat, bagian terkait “Percepatan” dalam Perpres 18/2016 merupakan penyalahgunaan kewenangan Presiden dan para Kepala Daerah yang berpotensi merugikan keuangan negara.

“Kelima, pengundangan Perpres 18/2016 dilakukan tanpa mempertimbangkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, khususnya “dapat dilaksanakan” dan “kedayagunaan dan kehasilgunaan” sehingga bertentangan dengan Pasal 5 huruf d dan e UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” katanya, Jakarta, Jumat (15/07).

BACA JUGA: Pasar Tradisional, Hotel dan Mall Akan Dikenakan Aturan Pengelolaan Sampah

Permohonan Judicial Review yang diajukan oleh koalisi masyarakat sipil ini, terusnya, sekaligus untuk mengingatkan Presiden RI selaku pemegang mandat konstitusi, bahwa kebijakan yang dikeluarkan harusnya mengedepankan aspek keselamatan rakyat dan aspek kehati-hatian dini.

Margaretha Quina, Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran ICEL, mengungkapkan bahwa dalam skala yang lebih luas, uji materiil ini merupakan sinyal para masyarakat sipil kepada Presiden bahwa masyarakat sipil mengawasi percepatan proyek-proyek infrastruktur. Percepatan tersebut tidak boleh mengesampingkan dampak kesehatan publik dan lingkungan.

“Pemerintah harus memastikan proyek-proyek percepatan tidak bertentangan dengan peraturan lain yang telah dikeluarkan lebih dahulu,” tambahnya.

Dwi Retna Astuti, salah satu pemohon individu yang bertempat tinggal di Gedebage, Bandung, mengatakan bahwa Perpres 18/2016 akan memperburuk kualitas kesehatan dan lingkungan tempat tinggalnya. Retna sendiri adalah warga yang bertempat tinggal 300 meter dari calon lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Bandung.

Sejak mengetahui rencana pembangunan PLTSa di dekat rumahnya pada tahun 2006, Retna semakin kritis terutama terkait potensi pencemaran udara dan pencemaran air yang akan berdampak terhadap kesehatannya dan keluarganya.

“Selain kelonggaran pengurusan ijin lingkungan, Perpres 18/2016 juga berisiko tinggi mempromosikan teknologi yang belum tentu sesuai untuk sampah Indonesia seperti teknologi termal yang diarahkan dalam Perpres 18/2016 ini belum melalui kajian kelayakan,” katanya.

David Sutasurya dari Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) menyarankan pemerintah untuk fokus mempercepat penerapan sistem pengelolaan sampah yang lebih sesuai dengan UU Pengelolaan Sampah No. 18 tahun 2008 dan memperkenalkan “paradigma baru” pengelolaan sampah secara komprehensif.

“Pemerintah harus segera menyusun kebijakan dan strategi pengelolaan sampah nasional yang telah terlambat lebih dari 5 tahun,” katanya.

Penulis: Danny Kosasih

Top