Kualitas Udara Jakarta, Sektor Energi Penyumbang Utama Emisi GRK

Reading time: 2 menit
kualitas udara
Emisi karbon juga akan menyumbang pencemaran udara. Foto: pxhere.com

Jakarta (Greeners) – Persiapan perhelatan olahraga Asian Games yang akan digelar pada Agustus 2018 di Jakarta dan Palembang semakin intensif. Persiapan ini termasuk pemantauan terhadap kualitas udara di lokasi penyelenggaraan acara. Khusus di Jakarta, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta mengaku telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan kualitas udara, termasuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).

“Sektor energi merupakan kontributor utama penghasil emisi gas rumah kaca di DKI Jakarta selain sektor transportasi dan limbah,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup Isnawa Adji kepada Greeners, Minggu (17/06/2018).

Berdasarkan hasil Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan (PEP) RAD-GRK, capaian penurunan emisi GRK DKI Jakarta tahun 2016 sebesar 4.786.327 ton CO2 atau 13,58% dari target penurunan emisi GRK tahun 2030. Sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 131 Tahun 2012 tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, target penurunan emisi GRK DKI Jakarta tahun 2030 adalah sebesar 35.240.080 ton CO2 atau 30%.

Secara rinci Isnawa menjabarkan upaya penurunan emisi GRK meliputi komponen penerangan jalan umum lampu hemat energi, penerangan jalan umum pembangkit listrik tenaga surya, PLTS gedung pemerintah dan sekolah, PLTS Pulau Sebira, Transjakarta atau Bus Rapid Transit, Feeder Transjakarta, Intelligent Transport System (ITS), kereta rel listrik, efisiensi gedung pemerintahan, bangunan hijau, penurunan own-use pembangkit listrik, peningkatan efisiensi pembangkit listrik, Ruang Terbuka Hijau (RTH), biodiesel, LPG, sentra 3R, IPLS di Duri Kosambi dan Pulo Gebang dan IPAL Waduk Setiabudi.

“Dan salah satu program yang saya canangkan adalah program uji emisi. Intinya kita ingin memulai sesuatu yang baik untuk peningkatan kualitas udara di Jakarta,” ungkap Isnawa.

Data dari Dinas Perindustrian dan Energi dan Dinas Perhubungan tahun 2017 menunjukkan kendaraan yang menggunakan BBG yaitu Transjakarta 585 unit, Bus Tingkat 18 unit, Taksi 2.360 unit, Bajaj 14.206 unit dengan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) 13 unit dan Mobile Refueling Unit (MRU) 4 unit.

Wakil Kepala Dinas Ali Maulana Hakim mengatakan bahwa perlu adanya percepatan realisasi rencana program peningkatan kualitas udara sesuai Pergub Nomor 131 Tahun 2012. Hal ini meliputi penambahan stasiun pemantau kualitas udara (SPKU) sebanyak 6 unit sehingga total SPKU yang dimiliki Jakarta menjadi 11 unit.

Selain itu, perlu adanya penambahan parameter pemantauan PM 2.5 karena saat ini yang dipantau hanya PM 10, pemasangan konverter BBG untuk 1.200 truk sampah milik DLH, melakukan imbauan ke seluruh SKPD dan perusahaan besar untuk mengonversi kendaraan dinas berbahan bakar minyak (BBM) menjadi berbahan bakar gas (BBG), implementasi Pergub DKI Jakarta No. 141 tahun 2007 tentang Penggunaan BBG untuk Angkutan Umum dan Kendaraan Operasional Pemerintah Daerah.

Sebagai informasi, berdasarkan laporan akhir kegiatan inventarisasi emisi GRK Provinsi DKI Jakarta tahun 2017, status emisi GRK Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar 57,72 juta ton CO2-e yang berasal dari:
a. Direct emission, pembakaran Bahan Bakar Minyak (BBM) sektor transportasi, industri, komersial dan rumah tangga sebesar 15,87 juta ton CO2-e (karbon dioksida ekuivalen);
b. Direct emission, pembakaran BBM pada pembangkit Listrik Muara Karang dan Tanjung Priok sebesar 7.03 juta ton CO2-e;
c. Indirect emission, penggunaan listrik PLN oleh sektor industri, komersial, transportasi, rumah tangga, sebesar 33,51 juta ton CO2-e;
d. Limbah padat dan cair sebesar 1,97 juta ton CO2-e; dan
e. Ruang terbuka hijau sebesar 0,43 juta ton CO2-e.

Saat ini DLH Provinsi DKI Jakarta memiliki lima stasiun pemantau kualitas udara (SPKU) yang berada di Bundaran HI (DKI 1), Kelapa Gading (DKI 2), Jagakarsa (DKI 3), Lubang Buaya (DKI 4), Kebun Jeruk (DKI 5).

Penulis: Dewi Purningsih

Top