Lima Ancaman Besar untuk Enam Spesies Penyu di Indonesia

Reading time: 2 menit
spesies penyu
Foto: pixabay.com

Jakarta (Greeners) – Di antara tujuh spesies penyu yang tersebar di seluruh dunia, enam spesies berada di Indonesia. Keberadaan penyu sisik, penyu hijau, penyu lekang, penyu tempayan, penyu belimbing, dan penyu pipih telah lama menjadi bagian dari keragaman fauna Nusantara.

Namun di Indonesia penyu saat ini menghadapi banyak ancaman untuk kelestariannya. The Nature Conservancy (TNC) Indonesia yang saat ini tengah mengembangkan program konservasi penyu di Laut Sawu, menemukan sedikitnya lima ancaman utama terhadap keberlangsungan penyu di Nusantara.

Imran Amin, Deputy Director Program Pesisir dan Laut TNC Indonesia, mengatakan, ancaman pertama datang dari predasi di daratan. Predasi atau interaksi antarorganisme yang prosesnya terjadi antara pemangsa dan yang dimangsa, dikatakannya mengancam keselamatan telur-telur penyu di tepi-tepi pantai yang menjadi lokasi penyu bertelur.

BACA JUGA: Lima Spesies Hiu Berjalan Tinggal di Indonesia

“Dari beberapa survei di Rote dan Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, kami melihat binatang ternak seperti babi, peliharaan seperti anjing, dan liar seperti monyet merupakan ancaman bagi telur penyu, begitu juga predasi oleh manusia. Beberapa komunitas masyarakat pesisir di Nusa Tenggara Timur saat ini juga masih memanfaatkan kerapas (cangkang) untuk aksesoris dan daging serta telur penyu untuk konsumsi,” terang Imran kepada Greeners, Jakarta, Kamis (19/01/2017).

Ancaman selanjutnya, kata Imran, muncul dari aktivitas penambangan pasir yang tidak teregulasi. Pemanfaatan pasir secara berlebihan menyebabkan erosi pantai, sehingga hanya batu dan kerikil saja yang tersisa di pantai. Kondisi ini tidak memungkinkan untuk penyu mendarat dan bertelur lagi. Ancaman ketiga, adalah maraknya pembangunan di kawasan pesisir. Akibat pemakaian ruang laut untuk pembangunan dan budidaya rumput laut, penyu kehilangan tempat untuk bertelur.

“Lalu ancaman keempat adalah keberadaan sampah, khususnya yang berbahan plastik. Kematian akibat konsumsi dan terbelit sampah plastik telah menjadi isu dunia, termasuk di Indonesia. Jumlah pasti kematian akibat sampah plastik belum diketahui secara pasti, namun semakin banyaknya bukti yang ditemukan menguatkan hipotesa bahwa sampah plastik merupakan salah satu ancaman utama bagi penyu,” tambahnya.

BACA JUGA: 416 Kasus Kejahatan Lingkungan Berhasil Ditindak KLHK Sepanjang 2016

Terakhir, praktik konservasi yang tidak tepat. Pemindahan telur dari sarang ke tempat penangkaran sedikit banyak akan mengubah kondisi suhu yang dibutuhkan telur untuk menetas dengan baik. Sementara lama penangkaran, waktu pelepasan, jumlah tukik yang dilepaskan, lokasi dan rutinitas pelepasan juga berpengaruh kepada kemungkinan keselamatan penyu.

“Kami melihat praktik penangkaran sebagai upaya konservasi paling akhir yang dapat dilakukan. Prioritas kami dalam upaya konservasi penyu adalah menjaga habitat aslinya sealami mungkin,” ujar Imran.

Penyu memerlukan banyak tipe habitat selama hidupnya. Sementara tingkat kelangsungan hidup tukik yang sangat rendah (sekitar 0.01 %), penyu juga memerlukan waktu yang sangat lama untuk mencapai kematangan reproduksi (15 – 40 tahun). Diperlukan waktu puluhan tahun bagi penyu untuk dapat meningkatkan ukuran populasi mereka.

“Populasi penyu terus terancam padahal pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya telah menetapkan ke-6 spesies penyu tersebut sebagai hewan yang dilindungi,” katanya.

Penulis: Danny Kosasih

Top