Mayoritas Warga Dataran Tinggi Yang Tidak Tahu Lutung Satwa Dilindungi

Reading time: 3 menit
Ilustrasi: pixabay.com

Malang (Greeners) – Mayoritas penduduk yang tinggal di sekitar kawasan Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang di Jawa Timur, tidak mengetahui kalau lutung jawa merupakan satwa yang dilindungi. Mereka menganggap primata yang menyerang ladang mereka bukan hewan yang dilindungi undang-undang.

Kondisi ini terungkap ketika tim dari Protection of Forest & Fauna (Profauna) melakukan survei awal menindaklanjuti laporan mengenai banyaknya monyet dan lutung yang menyerang ladang warga di kawasan Desa Taman Kursi dan Baderan, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Warga di sana mengeluh satwa liar tersebut sering merusak tanaman dan mencuri makanan mereka.

Salah satu tim survei dari Profauna, Dwi Derma mengatakan, pada Maret 2016 ini, tim Profauna mewawancarai sekitar 30 orang petani mengenai konflik tersebut. Responden merupakan penduduk Desa Taman Kursi dan Baderan yang diduga mengalami konflik dengan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan lutung jawa (Trachypithecus auratus).

Hasil wawancara yang dilakukan di kedua desa tersebut didapat data mayoritas warga setempat belum mengetahui mengenai status lutung jawa. Dari penelusuran yang dilakukan oleh Profauna, hanya 5 orang (16,6 persen) yang mengetahui bahwa lutung jawa termasuk ke dalam satwa dilindungi. Sementara sebagaian besar penduduk desa yang berada di dekat Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang (83,3 persen) mengaku tidak mengetahui bahwa lutung jawa dilindungi oleh pemerintah.

“Kesimpulannya, masih lemahnya pengetahuan penduduk desa akan perlindungan lutung Jawa,” kata Dwi Derma, saat dihubungi Greeners, Jumat (25/03/2016).

Tim dari Profauna sedang melakukan wawancara terhadap warga di sekitar kawasan Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang, Jawa Timur. Foto: Profauna/greeners.co

Tim dari Profauna sedang melakukan wawancara terhadap warga di sekitar kawasan Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang, Jawa Timur. Foto: Profauna/greeners.co

Dari wawancara tersebut, diketahui sebanyak 27 orang atau 90 persen tahu tentang lutung dan monyet. Dari 27 orang yang mengaku tahu mengenai lutung jawa atau monyet, ternyata 20 orang (74,07 persen) juga mengetahui perbedaan antara lutung jawa dengan monyet dilihat dari warna rambutnya.

“Mereka membedakan dengan menyebutkan bahwa lutung berwarna hitam sedangkan monyet berwarna abu-abu,” katanya.

Menanggapi soal gangguan primata terhadap pertanian, semua responden (100 persen) mengaku bahwa monyet sangat mengganggu mereka. Sebanyak 25 responden (83,3 persen) mengatakan bahwa monyet merusak tanaman seperti padi, jagung, pisang, dan tembakau yang ditanam di ladang mereka. Sedangkan 5 responden (16,6 persen) mengatakan bahwa monyet masuk rumah dan mencuri makanan pemilik rumah dengan membuka genting.

Hanya 7 orang (23,3 persen) yang mengatakan bahwa lutung jawa atau budeng tidak mengganggu, sedangkan sisanya sebanyak 23 orang (76,6 persen) mengatakan mengganggu. Gangguan yang dilakukan lutung jawa menurut mereka sama seperti monyet, yaitu merusak dan memakan tanaman warga.

Meski kehadiran monyet dan lutung jawa sangat mengganggu dan merugikan warga, akan tetapi warga tidak pernah mencoba untuk membunuh atau menangkap kedua satwa liar tersebut. “Warga sering mengusir satwa tersebut dan menjaga sawah mereka,” ungkap Dwi.

Selain mengusir, lanjut Dwi, sebanyak 3 orang responden (10 persen) mengatakan bahwa untuk menjaga ladang dari gangguan budeng dan monyet, mereka memasang pagar dari jaring. Sementara itu, sebanyak 4 responden (13,3 persen) memilih untuk menjaga ladang mereka untuk mengantisipasi serangan kedua satwa tersebut. Hanya 1 orang (3,3 persen) mengaku tidak tahu.

Juru bicara Profauna Indonesia, Swasti Prawidya Mukti menambahkan, survei tersebut merupakan tahap awal untuk menentukan langkah edukasi yang akan dilakukan Profauna terhadap penduduk sekitar Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang. “Kami ingin memetakan dulu seberapa parah konflik antara manusia dan primata di sana dan bagaimana penanggulan yang dilakukan warga saat ini,” kata Asti.

Ia juga menyatakan untuk sementara ini masih memberikan pengetahuan kepada warga sekitar mengenai status monyet ekor panjang dan lutung jawa yang dilindungi serta tidak boleh diburu atau dibunuh. “Kami juga menyarankan menanam pohon-pohon atau tanaman buah di perbatasan sebagai makanan mereka agar tidak menjarah tanaman warga,” ujarnya.

Ia menduga, kondisi di dalam hutan minim makanan akibat kebakaran yang terjadi saat musim kemarau lalu sehingga monyet dan lutung turun ke ladang-ladang warga.

Menurutnya, konflik manusia dan satwa liar belakangan ini semakin sering terjadi di Indonesia. Wilayah hutan sebagai habitat alami dan sumber makanan bagi satwa liar yang semakin lama semakin berkurang luasnya adalah salah satu penyebabnya. Keadaan tersebut akhirnya memaksa satwa liar masuk ke lingkungan tempat tinggal manusia.

Penulis: HI/G17

Top