Meningkatnya Alarm bagi Karbon Hutan

Reading time: 3 menit
karbon hutan
Ilustrasi. Foto: pxhere.com

LONDON, 4 Oktober 2017 – Para auditor iklim, — para akuntan karbon yang mengkalkulasikan berapa banyak bahan bakar fosil dibakar sebelum planet menghangat pada level yang berbahaya –, mungkin harus kembali membaca buku dan memulai semua dari awal.

Salah satu tim ilmuwan AS menyarankan bahwa asumsi terkait dengan peran hutan ternyata bisa salah: secara keseluruhan, hutan tropis pada abad ini telah melepaskan lebih banyak karbon dioksida ke atmosfer dari yang bisa diserap, demikian kesimpulan yang diambil.

Dan, studi kedua yang terpisah didukung oleh data dari AS memperlihatkan bahwa emisi dari gas rumah kaca, yaitu gas metan, setidaknya 11 persen lebih tinggi dari yang diprediksi pada tahun 2006. Jadi, perhitungan yang didasarkan kepada keseimbangan antara penggunaan energi di sektor industri dan masyarakat, dan peran dari mitigasi lahan serta meningkatkan perubahan iklim harus diperiksa kembali.

Berita tersebut menjadi berat saat ada penelitian yang mengisyaratkan bahwa, dalam definisi budget karbon, kemungkinan bisa menahan pemanasan global di bawah 2°C di atas level pra-industri, yang disetujui oleh hampir 200 negara pada tahun 2015, membuat banyak negara sudah mulai mengurangi bahan bakar fosil hingga nol dalam waktu 40 tahun.

Ilmu tidak pasti

Ketiga penelitian tersebut menjadi pengingat bahwa ilmu ikilm merupakan ilmu yang tidak pasti dan prediksi kondisi atmosferik pada 30 atau 80 tahun mendatang akan menjadi lebih tentatif. Namun, ketiganya menunjukkan kesimpulan yang suram: dampak manusia terhadap atmosfer hanya meninggalkan pilihan antara masa depan yang berbahaya dan bencana. Saat peningkatan suhu, gleyser dan tutupan es meleleh, lautan menjadi lebih asam, banjir di daerah pantai, badai dan taifun menjadi lebih intens dan destruktif, aliran udara panas menjadi lebih berbahaya dan musim kemarau menjadi lebih mengerikan.

Semua ini terjadi karena banyak karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya yang dilepaskan ke atmosfer ketimbang diserap. Hutan di planet, utamanya hutan tropis, telah memainkan peranan yang besar dalam perhitungan karbon. Pohon tumbuh menggunakan proses fotosintesis dengan mengambil karbon dioksida dari udara untuk membentuk batang, dedaunan dan buah-buahan dan mengembalikan oksigen ke atmosfer. Jadi, selalu ada anggapan bahwa hutan-hutan di Amerika Tengah dan Amazon akan menyerap, setidaknya beberapa CO2 yang diemisikan dari cerobong asap pabrik dan polusi kendaraaan.

Namun, laporan para peneliti di Science journal yang menggunakan citra satelit dan pengukuran di lapangan, mereka menganalisa kepadatan karbon pada vegetasi kayu hidup di daerah Afrika, Amerika dan Asia selama satu dekade, antara tahun 2003 dan 2014. Pada setiap benua, kehilangan karbon ‘di atas tanah’ telah melebihi keuntungan dengan kerugian terbesar terjadi di daerah tropis Amerika. Kebanyakan dari kehilangan tersebut akibat penebangan pohon dan hutan untuk perkebunan dan peternakan.

“Penemuan ini merupakan panggilan bagi dunia untuk melihat kondisi hutan,” jelasAlessandro Baccini dari Woods Hole Research Centre di Massachusetts, yang memimpin studi tersebut. “Jika kita ingin mempertahankan suhu global naik ke level yang berbahaya, kita harus secara drastis menurunkan emisi dan meningkatkan kemampuan hutan untuk menyerap dan menampung karbon. Hutan menjadi satu-satunya ‘teknologi’ penyerap dan penahan karbon yang terbukti aman, murah dan tersedia, mampu memberikan efek riak yang menguntungkan, — mulai dari mengatur pola curah hujan hingga menyediakan kebutuhan hidup hingga komunitas adat.”

Emisi karbon

Laporan tim kedua yang dipublikasikan di jurnal Carbon Balance and Management mengestimasikan emisi karbon dari peternakan, — kebanyakan gas metan dari fermentasi enterik pada sapi dan hewan ternak lainnya, — telah diremehkan. Mereka memeriksa emisi ternak global pada tahun 2011 dan menemukan bahwa levelnya 11 persen lebih tinggi dari yang diestimasikan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change pada tahun 2006. Peningkatan juga muncul dari pengelolaan pupuk secara ekstensif pada peternakan.

“Pada beberapa region di dunia, jumlah ternak telah berubah dan pembiakan telah menghasilkan hewan yang lebih besar dengan kebutuhan pangan lebih besar. Hal ini, bersamaan dengan perubahaan pengelolaan peternakan, dapat meningkatkan emisi gas metan jauh lebih tinggi,” jelas Julie Wolff dari Departemen Pertanian, yang juga penulis senior.

“Gas metan merupakan moderator penting bagi suhu atmosferik Bumi. Ia mengandung empat kali lebih tinggi potensi pemanasan ketimbang karbon dioksida.”

Profesor Bill Collins dari Universitas Reading, Inggris, mengatakan, “Jika penelitian ini benar maka akan sulit untuk mencapai tujuan dari Kesepakatan Paris. Pertanian menjadi satu-satunya sumber gas metan dari aktivitas manusia yang berkontribusi ke atmosfer, mencakup lebih dari sepertiga emisi gas metan buatan manusia lainnya.” – Climate News Network

Top