MenLHK Siti Nurbaya Serukan Kerja Bersama Untuk Hutan Indonesia

Reading time: 2 menit
kerja bersama
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Foto : greeners.co/Syaiful Rochman

Jakarta (Greeners) – Memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-72 yang mengusung tema Kerja Bersama, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengakui bahwa sejak pola hutan register hingga saat ini, tata ruang wilayah hutan dan lingkungan dianggap masih belum mampu mengangkat kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi mereka yang tinggal di dekat maupun di dalam kawasan hutan.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan bahwa Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah menegaskan untuk dilakukan langkah koreksi dan kerja bersama yang mendalam pada tata kelola hutan secara menyeluruh agar hutan dan lingkungan menjadi sumberdaya yang bisa bermanfaat dan menyejahterakan masyarakat.

Sebagai contoh, seperti pengakuan resmi hutan adat yang ditegaskan presiden di Istana pada 30 Desember 2016. Pengakuan resmi hutan adat ini adalah yang pertamakalinya setelah 71 tahun Indonesia merdeka.

BACA JUGA : KLHK Telah Membuka Data Kehutanan dan Dapat Diakses oleh Publik

“Sudah 72 tahun kita merdeka, dalam tata hutan dan lingkungan sejak pola hutan register hingga saat ini tata ruang wilayah, rasanya belum mampu  mengangkat kesejehateraan masyarakat. Bapak Presiden telah menegaskan untuk dilakukan corrective actions dalam tata kelola hutan secara  menyeluruh agar hutan dan lingkungan menjadi sumberdaya untuk masyarakat menjadi sejahtera,” tegasnya kepada Greeners, Jakarta, Rabu (16/08).

Penyerahan surat Keputusan Pengakuan Hutan Adat kepada 9 Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang tersebar di sejumlah daerah di tanah air tersebut adalah Hutan Adat Desa Rantau Kermas (130 Ha) Kabupaten Merangin Provinsi Jambi (MHA Marga Serampas); Hutan Adat Ammatoa Kajang (313 Ha) Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan (MHA Ammatoa Kajang); Hutan Adat Wana Posangke (6.212 Ha) Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah (MHA Lipu Wana Posangke); Hutan Adat Kasepuhan Karang (486 Ha) Kabupaten Lebak Provinsi Banten (MHA Kasepuhan Karang); Hutan Adat Bukit Sembahyang (39 Ha) Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi (MHA Air Terjun); Hutan Adat Bukit Tinggi (41 Ha) Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi (MHA Suangai Deras); Hutan Adat Tigo Luhah Permenti Yang Berenam (252 Ha) Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi (MHA Tigo Luhah Permenti); Hutan Adat Tigo Luhah Kemantan (452 Ha) Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi (MHA Tigo Luhah Kemantan); dan Hutan Adat Pandumaan Sipituhuta (5.172 Ha) Kabupaten Humbang Hasudutan Provinsi Sumatera Utara (MHA Pandumaan Sipituhuta).

BACA JUGA : KLHK Atur Model Pembiayaan Perhutanan untuk HTI-HTR 

Contoh corrective actions lainnya, lanjut Siti, adalah tata kelola gambut dan juga aktualisasi perhutanan sosial yang secara nyata telah memberi akses ruang untuk masyarakat agar dapat bekerja dan  menghasilkan secara ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat. Namun, tegasnya lagi, kesemua program tersebut hanya mampu berjalan jika semua pihak mampu dan bersedia untuk bekerja bersama-sama.

“Semua itu membutuhkan kebersamaan dan kerja bersama. Saya mengetuk hati kita semua, segala lapisan  masyarakat dan mengundang uluran tangan partisipasi kita semua untuk lakukan corrcetive actions, mengisi kemerdekaan dalam upaya mencapai tujuan nasional dan dalam mewujudkan cita-cita nasional kita,” pungkasnya.

Penulis : Danny Kosasih

Top