Nelayan di Perbatasan Ditangkap Lagi, KIARA Surati Presiden

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Penangkapan nelayan Indonesia kembali terjadi. Kali ini, 12 nelayan Indonesia ditangkap oleh Polisi Diraja Laut Malaysia. Tepatnya pada tanggal 21 Juli 2015 lalu di perairan perbatasan Indonesia-Malaysia.

Berdasarkan penangkapan tersebut, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) melayangkan surat resmi kepada Presiden Joko Widodo yang ditembuskan kepada Menteri Koordinator Kemaritiman, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Luar Negeri, dan Badan Keamanan Laut Republik Indonesia.

Sekretaris Jenderal KIARA Abdul Halim kepada Greeners mengatakan bahwa dalam surat resmi tersebut, Presiden Joko Widodo diminta untuk bekerja dan memastikan setiap rakyat di seluruh pelosok Tanah Air bisa merasakan kehadiran pelayanan pemerintah, khususnya untuk para nelayan di wilayah perbatasan negara.

“Selama ini para nelayan di wilayah tersebut sama sekali tidak mendapat perhatian dan pelayanan dari pemerintah. Padahal perhatian pemerintah sangat dibutuhkan di wilayah tersebut,” jelasnya, Jakarta, Selasa (18/08).

Melalui surat resmi tersebut pula, Halim menyatakan bahwa KIARA mendesak kepada Presiden Joko Widodo melalui Menteri Luar Negeri, Menteri Koordinator Kemaritiman, Menteri Kelautan dan Perikanan, serta Badan Keamanan Laut Republik Indonesia untuk melakukan langkah-langkah strategis antara lain; memberikan bantuan hukum kepada warga negara Indonesia yang berprofesi sebagai nelayan, baik nakhoda maupun Anak Buah Kapal (ABK) di Malaysia agar bisa bebas dan kembali berkumpul dengan keluarganya di Tanah Air.

Koordinator Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Muhammad Iqbal juga menyampaikan kalau peristiwa penangkapan nelayan Indonesia oleh negara tetangga seperti yang dialami oleh ke-12 nelayan tersebut sudah sering kali terjadi.

Menurutnya, meski sudah ada Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Malaysia mengenai pedoman umum tentang penanganan terhadap nelayan oleh Lembaga Penegak Hukum di Laut Republik Indonesia dan Malaysia, negara Indonesia dalam hal ini pemerintah tidak pernah sungguh-sungguh memberikan perlindungan.

“Penangkapan ini merupakan pengulangan yang terus-menerus. Meskipun sudah ada MoU, tapi tetap saja berulang,” ujarnya.

Sebagai informasi, berdasarkan Pusat Data dan Informasi KIARA(per Juli 2015) tercatat sedikitnya ada 63 nelayan tradisional mengalami kejadian tidak manusiawi saat melaut, mulai dari penangkapan, intimidasi, pemukulan hingga pemaksaan untuk menandatangani surat pernyataan bersalah telah melanggar batas negara.

Penulis: Danny Kosasih

Top