Pemerintah Daerah Harus Serius Rancang Program Adaptasi Mitigasi Perubahan Iklim

Reading time: 2 menit
mitigasi
Nur Masripatin, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Jakarta (Greeners) – Pasca Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP-22) di Maroko, Indonesia harus mulai menempatkan program adaptasi dan mitigasi khususnya di daerah sebagai program dengan perhatian yang sangat serius.

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nur Masripatin mengatakan, Pemerintah Daerah sudah harus memasukkan elemen-elemen mitigasi adaptasi perubahan iklim dalam rencana pembangunan daerahnya. Adaptasi ini, terangnya, juga tidak lepas dari program pengurangan risiko bencana.

“Daerah harus mulai serius menjalankannya program adaptasi ini. Kalau tidak, kita tidak akan bisa menjalankan komitmen penurunan emisi Indonesia. Terlebih, adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana tidak dapat lagi dilihat sebagai dua hal terpisah,” terangnya kepada Greeners di Jakarta, Kamis (24/11).

BACA JUGA: Indonesia Ajak Dunia Perhatikan Peran Laut Dalam Mitigasi Perubahan Iklim

Integrasi dua hal tersebut, katanya, sangat krusial dan harus menjadi urusan bersama untuk membangun ketangguhan. Di saat yang bersamaan juga penting untuk menjaga kualitas lingkungan, serta menjaga kualitas dan kapasitas sosial ekonomi.

Perhatian yang besar terhadap program-program adaptasi, mitigasi dan dukungan pendanaan, alih teknologi serta peningkatan kapasitas ini juga harus dilakukan sama rata. Perlakuan yang sama rata ini pun harus berlanjut pada implementasi Nationally Determined Contributions (NDC).

“Diskusi dan perjanjian internasional tidak akan banyak berarti tanpa adanya aksi nyata di tapak lokal untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim yang sudah tidak dapat dihindari. Untuk itu, daerah sebagai stakeholder yang banyak merasakan risiko perubahan iklim sudah harus mulai sadar pentingnya adaptasi dan mitigasi ini,” tambahnya.

BACA JUGA: Kupang Jadi Kota Percontohan Kerentanan Perubahan Iklim Wilayah Pesisir

Direktur Pengurangan Risiko Bencana (PRB) BNPB, Lilik Kurniawan mengatakan bahwa tingginya angka kejadian bencana di Indonesia banyak diakibatkan oleh berubahnya pola iklim yang diperparah oleh aktivitas manusia, kerusakan ekosistem, serta produksi karbon yang menyebabkan kualitas lingkungan menurun. Tahun 2016 saja, katanya, lebih dari 80 persen bencana merupakan bencana hidrometeorologi, yaitu bencana yang terkait iklim.

“Bencana sebagai dampak perubahan iklim tidak dapat dihindari lagi sehingga kita harus melakukan adaptasi sekarang juga,” tambahnya.

Bupati Ngawi, Budi Sulistyono, yang juga Perwakilan Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten seluruh Indonesia) mengatakan bahwa dengan situasi musim seperti yang terjadi tahun 2016, para pemimpin daerah sudah harus memperlihatkan kepanikannya hingga berani mempersiapkan antisipasi bencana. Apalagi saat ini sedang dalam proses penyusunan anggaran 2017, program-program adaptasi menurut Budi harus mulai diprioritaskan.

Budi menyatakan, saat ini seluruh pemimpin daerah masih belum serentak dalam menjalankan program mitigasi adaptasi khususnya penanggulangan bencana. “Jadi sekarang ada rivalitas di daerah dalam menarik investor ke wilayahnya sehingga kadang-kadang investor minta apa saja diberi, bahkan sampai menggusur ruang terbuka hijau. Padahal tata ruang ini harus konsekuen. Sekarang kan enggak, investor minta apa saja dikasih,” tutupnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top