Penangkapan Berlebihan Ancam Populasi Hiu dan Pari di Indonesia

Reading time: 2 menit
penangkapan berlebihan
Menteri Susi membuka Simposium Nasional Hiu dan Pari di Indonesia Ke-2, Jakarta, Rabu (28/03/2018). Foto: greeners.co/Dewi Purningsih

Jakarta (Greeners) – Penangkapan berlebihan terhadap hiu dan pari di Indonesia telah menyebabkan terjadinya penurunan populasi kedua spesies tersebut. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan, ikan hiu semakin banyak diperdagangkan karena memiliki nilai jual tinggi.

“Saya waktu kecil kalau hiu bintang (hiu paus/whale shark) datang, itu pertanda bahwa ikan-ikan pada datang, jadi disambut suka cita. Apabila ia di pinggir tapi tidak mati, biasanya oleh masyarakat didorong ke laut. Namun semakin ke sini, whale shark menjadi komoditi yang bisa dijual,” kata Menteri Susi di sela-sela pembukaan Simposium Nasional Hiu dan Pari di Indonesia Ke-2, Jakarta, Rabu (28/03/2018).

BACA JUGA: Pemerintah Tidak Akan Mencabut Larangan Cantrang, Tapi…

Pendekatan pengelolaan yang lestari merupakan pilihan yang direkomendasikan, dengan melakukan upaya konservasi dalam rangka menjaga kelestarian sumber daya sehingga dapat memberikan manfaat secara berkesinambungan. Pasalnya, karakteristik biologi ikan hiu dan pari memiliki laju reproduksi relatif rendah, usia matang seksual lama dan pertumbuhannya yang lambat. Menteri Susui pun meminta kepada pemda untuk mengadakan komunikasi dengan masyarakat maupun penyuluh perikanan agar melarang penangkapan hiu dan pari manta.

“Sebaiknya kita juga mengadakan aksi dan mendatangi restoran-restoran seafood untuk memberhentikan penjualan shark fin soup dengan cara membagikan kaos atau membagikan sticker, jadi melakukan pendekatan langsung ke pengguna,” imbuh Susi.

Terkait perdagangan hiu dan pari, Kepala Pusat Riset Perikanan KKP Toni Ruchimat mengatakan bahwa KKP juga mempunyai rencana aksi nasional untuk hiu dan pari dari tahun 2018 sampai tahun 2022. Rencana lima tahun ke depan tersebut, yaitu memperkuat basis data, menyusun regulasi perlindungan, mengatur posisi Indonesia dalam Appendix Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) karena hiu dan pari sudah masuk Appendix II, dan pengendalian pemanfaatan mekanisme.

BACA JUGA: Pengurangan Tangkapan Ikan Berpotensi Meningkatkan Ketahanan Pangan Global

Sebagai informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menerbitkan beberapa peraturan perundang-undangan terkait hiu dan pari. Pertama, Kepmen KP No.18/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Ikan Hiu Paus, kedua Kepmen KP No.4/KEPMEN-KP/2014 tentang Penetapan Status Perlindungan Ikan Pari Manta, dan PermenKP No.59/Permen-KP/2014 yang diperbarui dengan PermenKP No.34/Permen-KP/2015 diperbarui lagi dengan PermenKP No.48/Permen-KP/2016 tentang Larangan Pengeluaran Hiu Martil dan Hiu Koboi Keluar Wilayah Indonesia.

“Semua regulasi tersebut diharapkan mampu memperbaiki populasi hiu dan pari agar meningkat dan terus meningkat sehingga nelayan-nelayan kita dapat terus memanfaatkannya. Untuk itu saya juga berharap para penegak hukum terus bekerja untuk mengamankan kebijakan pengelolaan sumber daya hiu dan pari di Indonesia,” pungkas Susi.

Penulis: Dewi Purningsih

Top