Pencemaran di Teluk Jakarta Didominasi Limbah Domestik

Reading time: 2 menit
Pencemaran laut. Ilustrasi: pixabay.com

Jakarta (Greeners) – Pencemaran berat di wilayah teluk Jakarta mayoritas bersumber dari limbah domestik rumah tangga. Bahkan, dari beberapa sebaran wilayah yang menjadi lokasi pengambilan sampling penelitian oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hanya sedikit wilayah dengan tingkat Biological Oxygen Demand (BOD) di bawah baku mutu.

Direktur Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Pesisir dan Laut, Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Heru Waluyo saat ditemui oleh Greeners di ruang kerjanya mengatakan, kawasan teluk Jakarta menjadi lokasi akhir dari berbagai macam distribusi limbah yang datang dari hulu 13 sungai di Jakarta. Oleh sebab itu, tingkat pencemaran yang paling tinggi pun terakumulasi di bagian hilir yang menyambung langsung ke laut.

Heru menjelaskan bahwa sumber pencemaran dibagi menjadi dua. Pertama, Point Sources (limbah industri) yang sumbernya tetap dan kedua, Non Point Sources (limbah domestik rumah tangga) yang sumbernya bisa datang dari mana saja. Untuk non point sources ini, Heru mengakui sangat sulit untuk mendeteksinya karena titik-titik non point sources tersebar di banyak pemukiman maupun rumah tangga lainnya.

“Jadi point sources itu limbah dari sumber tetap atau satu titik seperti industri. Kalau non point sources itu tersebar seperti pemukiman, peternakan, dan lainnya, ini yang sulit kita tentukan. Nah ini juga terakumulasi dari hulu sungai yang terus terbawa ke hilir hingga akhirnya mencemari laut. Itu yang menyebabkan beban pencemaran laut di Jakarta jadi tinggi,” kata Heru, Jakarta, Selasa (15/03).

Direktur Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Pesisir dan Laut, Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Heru Waluyo. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Direktur Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Pesisir dan Laut, Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Heru Waluyo. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Pencemaran yang bersumber dari point sources sendiri terbagi dua, pencemaran dari limbah organik sebanyak 52.862,75 ton dan limbah anorganik sebanyak 24.446,06 ton. Sedangkan limbah non point sources, untuk organik sebesar 10.875.651,69 ton dan anorganik 9.766.670,00 ton. Tumpukan limbah ini dihitung di Jakarta Utara pada November 2015 lalu.

“Jika mau dikomparasi dengan penelitian yang sama di waktu yang sama namun lokasi yang berbeda, dibandingkan teluk Semarang dan teluk Benoa, teluk Jakarta jauh lebih parah pencemarannya,” imbuhnya.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta, Puput TD Putra menyarankan kepada Pemerintah Provinsi DKI agar membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal di beberapa titik pemukiman di Jakarta.

Pembangunan IPAL komunal ini dimaksudkan untuk memecahkan persoalan pembuangan limbah rumah tangga, dari limbah kotoran manusia, air bekas cucian, dan air bekas mandi. Dengan adanya IPAL komunal, setidaknya bisa mengurangi beban pencemaran yang bersumber dari limbah domestik.

“Kita sudah pernah tekankan ke Pemprov dan ternyata mereka sudah melakukan pemetaan untuk membangunan IPAL komunal ini. Hanya saja, ini pekerjaan jangka panjang dan membutuhkan waktu yang cukup lama,” jelas Puput.

Terkait pencemaran di teluk Jakarta sendiri, Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta Junaedi mengakui bahwa wilayah teluk Jakarta memang sudah tercemar cukup berat. Apalagi, sampah padat dan cair yang bersumber dari 13 sungai di Jakarta bermuara di teluk Jakarta.

“Kemarin kita memang hanya melakukan penelitian terkait ikan mati saja. Tapi kalau kita bilang teluk Jakarta tidak tercemari, ya, tidak mungkin, kan? Karena sampah padat maupun cair ketika musim hujan pasti terbawa ke laut,” katanya.

Penulis: Danny Kosasih

Top