Peringati World Wildlife Day, KLHK Diminta Perkuat Keberadaan Polisi Hutan

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Meningkatnya angka kematian satwa liar yang dilindungi akibat perburuan menunjukkan belum optimalnya upaya perlindungan terhadap satwa liar dan habitatnya. Sepanjang bulan Februari 2016 saja, lembaga World Wildlife Fund (WWF) Indonesia mencatat telah terjadi setidaknya 18 kejahatan satwa liar dilindungi, seperti kematian gajah sumatera, penjualan kulit harimau sumatera, dan upaya penyelundupan kura-kura moncong babi.

Pada peringatan Hari Satwa Liar Sedunia (World Wildlife Day) yang diperingati setiap tanggal 3 Maret, Direktur Konservasi WWF-Indonesia Arnold Sitompul menyatakan, mengacu pada data hasil studi Tigers Alive Initiative diperlukan delapan orang polisi hutan untuk setiap 100 kilometer persegi. Maka, jika ditilik dari luasan hutan lindung dan konservasi di Indonesia, setidaknya harus ada 48.000 personel polisi hutan untuk menjaga keutuhan hutan, termasuk segala sumber daya flora dan fauna di dalamnya.

“Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2015, saat ini hanya ada sekitar 8.000 personel polisi hutan. Dari jumlah tersebut, 5.000 personel dikelola oleh pemerintah daerah, dan sisanya di bawah tanggung jawab KLHK,” katanya seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Jumat (04/03).

Tidak hanya jumlah, kapasitas dan perlengkapan bagi polisi hutan (Polhut) juga harus ditingkatkan. Arnold menyatakan bahwa tugas Polhut adalah pekerjaan yang berbahaya. Tidak cukup hanya bermodalkan keberanian, namun perlu didukung dengan peralatan yang memadai untuk menghadapi perkembangan dan tantangan di lapangan.

“Sangat mendesak bagi Indonesia untuk menambah jumlah polisi hutan guna menahan laju terjadinya kejahatan kehutanan, khususnya terhadap satwa liar yang dilindungi, karena polisi hutan merupakan salah satu instrumen penting dalam usaha memperkuat pengamanan kawasan konservasi dan spesies dilindungi yang merupakan aset bangsa,” tambahnya.

Studi persepsi polisi hutan yang diluncurkan oleh WWF-Indonesia yang dilakukan terhadap 530 responden polisi hutan di 11 negara yang masih memiliki harimau (tiger range country), termasuk Indonesia, hasilnya menunjukkan sebanyak 63 persen merasa menghadapi situasi yang membahayakan dan 74 persen merasakan kurangnya perlengkapan untuk bekerja. Selain itu, 48 persen responden menyampaikan belum mendapatkan pelatihan yang cukup dan sebanyak 30 persen menyatakan pekerjaan ini belum mendapat imbalan yang memadai.

Dihubungi terpisah, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan bahwa permasalahan terkait satwa liar merupakan salah satu masalah yang paling berat dari akumulasi berbagai permasalahan lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia.

Untuk itu perlu dilakukan upaya pengembangan data base sebagai bentuk pemusatan data cara pemantauan satwa liar di alam. Selain itu, KLHK juga tengah melakukan penertiban perdagangan satwa liar melalui peningkatan kapasitas teknis dan pengetahuan para petugas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) atau polisi hutan dalam melakukan kegiatan-kegiatan intelijen dan investigasi kejahatan di alam liar.

“Secara kelembagaan kami terus melakukan koordinasi bersama dengan Kepolisian dan Kejaksaan Agung serta melakukan konsolidasi intensif antar Unit Pelaksana Tugas (UPT) KLHK khususnya di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di wilayah,” pungkasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top