Pertanian Organik Tidak Cukup untuk Menahan Perubahan Iklim

Reading time: 3 menit
pertanian organik
Ilustrasi. Foto: pxhere.com

LONDON, 25 Juni 2017 – Para peneliti yang meneliti menu produksi makanan di planet ini merekomendasikan bahwa untuk menyelamatkan bumi, pertanian organik perlu didukung oleh aksi yang lebih tegas untuk membujuk manusia meninggalkan hamburger dan memilih vegetarian.

Mereka juga merekomendasikan bahwa mereka yang memilih ikan akan bisa memilih yang ditangkap atau diternakkan. Hal tersebut dikarenakan permintaan energi untuk mengoperasikan pukat pada lautan menghasilkan biaya bahan bakar dan 2,8 kali mengeluarkan gas emisi gas rumah kaca, ketimbang teknologi perikanan lainnya.

Dan, mereka mengatakan, metode pertanian ‘organik’ tidak mengurangi dampak perubahan iklim. Mereka meneliti emisi dari daging yang diberikan pangan biji-bijian dengan rumput dan sampai kepada kesimpulan bahwa hewan yang merumput justru mengeluarkan emisi gas rumah kaca.

Mereka juga menemukan bahwa memang sistem pertanian organik menggunakan energi lebih rendah, namun mereka tidak menawarkan keuntungan lainnya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Hal tersebut disebabkan oleh pertanian ekstensifikasi ketimbang intensifikasi yang cenderung membutuhkan lahan, dengan level polusi yang tinggi dari sungai dan danau, setiap unit produksi yang dihasilkan.

Tidak pembaharuan

Hal berikut tidak terlalu mengejutkan. Pertanian memberi makan tujuh miliar orang dan untuk hal tersebut mengeluarkan antara 25 persen dan 33 persen emisi gas rumah kaca ke atmosfer, untuk mendorong pemanasan global, dan membuat ketersediaan pangan menjadi terancam. Pertanian mengeksploitasi 40 persen, dan 70 persen dari ketersediaan air.

Pada tahun 2050, petani harus menyediakan pangan bagi sekitar 9,7 miliar orang pada lahan pertanian dan pertenakan yang tersedia saat ini, karena untuk membuka hutan bagi pertenakan akan bisa mempercepat perubahan iklim yang lebih berbahaya.

Para peneliti telah berulang kali berargumen bahwa perubahan dalam tingkah laku, dalam diet, dan pendekatan pertanian, bisa menyelamatkan dunia dan tetap menyediakan pangan bagi manusia. Namun, hal tersebut akan membutuhkan strategi global yang baru dan pergerseran yang besar dari asupan daging.

Para peneliti telah berulang kali berargumen bahwa perubahan dalam tingkah laku, dalam diet, dan pendekatan pertanian, bisa menyelamatkan dunia dan tetap menyediakan pangan bagi manusia. Namun, hal tersebut akan membutuhkan strategi global yang baru dan pergerseran yang besar dari asupan daging.

Penelitian terbaru berasal dari Michael Clark dan David Tilman, dua ahli ekologi dari Universitas Minnesota. Untuk melihat hubungan antara makanan, peternakan, dan degradasi lingkungan hidup, mereka membuat tabel diet dari smörgåsbord.

Mereka menuliskan laporan dalam Environmental Research Letters bahwa mereka telah memeriksa 740 sistem produksi yang berbeda untuk 90 makanan yang berbeda, untuk mengkalkulasikan penggunaan lahan, emisi gas rumah kaca, penggunaan bahan bakar fosil, limpasan nutrien yang menghasilkan eutofikasi atau zona mati pada danau dan sungai, dan potensi asidifikasi air.

“Meskipun efisiensi dari pertanian berkorelasi dengan dampak lingkungan yang rendah, gambaran yang lebih detail yang kita temui justru berbeda,” jelas Dr Clark.

“Sementara sistem organik menggunakan energi lebih rendah, mereka menggunakan lahan lebih banyak dan tidak menguntungkan bagi GRK, dan cenderung memiliki potensi eutrofikasi dan asidifikasi setiap unit makanan yang diproduksi. Sementara, daging ternakan cenderung memerlukan lahan dan mengemisi GRK lebih dari daging yang diberikan biji-bijian.

Dampak memamah biak

“Menariknya, kami juga menemukan adanya pergeseran atas daging pemamah biak, yang memiliki dampak tiga hingga 10 kali lebih besar dari hewan lainnya, menuju ke makanan dengan nutrisi yang mirip seperti daging babi, ayam atau ikan akan lebih memiliki keuntungan yang signifikan, baik untuk lingkungan dan kesehatan manusia.

“Pergeseran diet yang lebih besar, seperti mengadopsi diet rendah daging atau vegetarian, akan menawarkan keuntungan lebih besar bagi keberlangsungan lingkungan dan kesehatan manusia.”

Lebih lanjut, Profesor Tilman mengatakan aksi, melalui pendidikan dan kebijakan, dibutuhkan untuk membujuk konsumen beralih kepada makanan lebih sehat dengan dampak lingkungan yang rendah, sementara para petani beralih kepada sistem dengan dampak rendah dan efisiensi tinggi. Tanpa perubahan tersebut, ekspansi pertanian akan bisa merusak lingkungan hidup.

“Tidak adanya aksi akan berujung kepada peningkatan dampak lingkungan terhadap pertanian, termasuk membuka 200 hingga 1,000 juta hektar lahan, peningkatan penggunaan pupuk dan pestisida hingga tiga kali lipat, dan peningkatan 80 persen GRK dari sektor pertanian, serta meningkatkan penyakit yang berhubungan dengan makanan seperti obesitas dan diabetes.” – Climate News Network

Top