Polemik Swastanisasi Air di Jakarta, Publik Diminta Pegang Kendali Pengelolaan

Reading time: 2 menit
swastanisasi air
Ilustrasi. Foto: pixabay

Jakarta (Greeners) – Pengelolaan air di DKI Jakarta saat ini masih dikendalikan atau dipegang oleh pihak swasta. Padahal, dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 31 K/Pdt/2017 pada 10 April 2017 dinyatakan bahwa swastanisasi air di Jakarta harus dihentikan karena telah merugikan masyarakat DKI Jakarta.

Dalam diskusi publik bertajuk Remunisipalisasi Pengelolaan Air Minum di Jakarta yang berlangsung di Gedung Joang, Jakarta Pusat, Sabtu (10/02/2018), Wakil Wali Kota Paris bidang Air, Sanitasi dan Kanal Anne Le Start mengatakan bahwa Jakarta memerlukan otoritas terpadu yang dikelola oleh publik ketimbang dikendalikan oleh pihak swasta. Hal ini untuk menjamin air yang berkualitas dengan harga rendah dan kinerja layanan yang optimal.

Anne meyakini jika pengelolaan air dikuasai oleh pihak swasta, maka tidak ada kenetralan dan transparansi dari pengelolaan air itu sendiri karena pada dasarnya akan ada saham yang dimiliki korporasi dalam pengelolaan yang dikendalikan oleh swasta. Hal ini, lanjutnya, tentu akan memberatkan masyarakat terutama dari segi biaya pembayaran air.

“Kalau di Paris perusahaan yang mengelola itu masih bisa dievaluasi, dimonitor, diawasi oleh pemerintah kota dan benar-benar tidak ada sharing saham. Sepenuhnya publik yang memegang kendalinya. Kalau tetap dipegang oleh swasta, itu pasti ada dasar sharing saham,” ujar Anne.

BACA JUGA: Mikroplastik Harus Masuk dalam Penilaian Kriteria Baku Mutu Air Bersih

Terkait pengelolaan air, Ketua bidang Pencegahan Korupsi Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Bambang Widjojanto menyarankan pembentukan task force atau satgas khusus remunisipalisasi air.

Task force ini fungsinya untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi karena saat ini masalahnya tidak ada data dan informasi yang tepat,” kata Bambang.

Senada dengan Bambang, Direktur Amrta Institute for Water Literacy, Nila Ardhianie, mengatakan, pembuatan task force menjadi kesempatan yang sangat baik untuk seluruh warga Jakarta. “Sudah saatnya pemerintah berkerjasama dengan warga, bukan pihak swasta,” kata Nila.

Menurut Nila, pemerintah perlu membuat otoritas resmi yang terdiri dari berbagai pihak untuk mengatur keseluruhan status dari segi keuangan, segi sumber daya manusia, segi hukum dan nilai aset. Dan dengan adanya putusan MA, Nila menilai Pemda DKI Jakarta mendapat kesempatan menata ulang pengelolaan air bagi warganya.

BACA JUGA: Kementerian PUPera Gunakan Dua Pendekatan Khusus Penanganan Air Limbah

Sebelumnya, Putusan dari Mahkamah Agung Nomor 31 K/Pdt/2017 memerintahkan PT Aetra Air Jakarta, PT PAM Lyonnaise Jaya, dan PDAM Provinsi DKI Jakarta yang selama ini mengelola air di Jakarta agar menghentikan kebijakan swastanisasi air minum di Provinsi DKI dan mengembalikan pengelolaannya sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1992 dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Penulis: Dewi Purningsih

Top