Setiap Taman Nasional Harus Berikan Model Penyelesaian Masalahnya

Reading time: 3 menit
Hari Konservasi
Kepala Biro Humas KLHK Djati Witjaksono Hadi (kiri), Direktur Jendral Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Wiratno (tengah), Ketua Panitia Pelaksana Hari Konservasi Alam Nasional Is Mugiono (kanan). Foto : Danny Kosasih

Jakarta (Greeners) – Taman nasional adalah kawasan konservasi pelestarian alam dilindungi yang mempunyai ekosistem asli. Kawasan ini dikelola dengan sistem zonasi dan dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

Potensi wisata alam pada kawasan konservasi di Indonesia pun berada pada 556 unit kawasan konservasi seluas sekitar 27 juta hektar, yang menurut fungsinya dikelola sebagai Taman Nasional sebanyak 52 unit, Taman Wisata Alam 118 unit, Taman Hutan Raya 28 unit, Taman Buru 11 unit, Cagar Alam 219 unit, Suaka Margasatwa 72 unit, serta Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam sebanyak 56 unit.

Direktur Jendral Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno menegaskan kembali mengenai pentingnya setiap Kepala Balai Taman Nasional untuk memberikan model pengelolaan maupun penyelesaian masalah di kawasan Taman Nasional.

BACA JUGA : Tahun Ini KLHK Akan Fokus Benahi Kawasan Taman Nasional

Di sela-sela rangkaian peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) di Taman Nasional Baluran, ia mengatakan bahwa model-model yang dilakukan tersebut, nantinya bisa menjadi rujukan atau contoh bagi Balai Taman Nasional lainnya yang memiliki masalah yang sama dengan pendekatan sesuai masalah di Taman Nasional masing-masing. Ia memberi contoh pembangunan Sanctuary Harimau Sumatera dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Barumun di Kota Padang Sidempuan, Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas Utara.

“Sanctuary ini mampu menjadi kawasan penting bagi penyelamatan satwa dan eko wisata. Ini bisa menjadi model pengelolaan yang baik di Taman Nasional yang bisa dicontoh oleh Kepala Balai lainnya,” jelasnya, Situbondo, Jawa Timur, Rabu (09/08).

Selain Sanctuary Barumun, ia juga mengingatkan seluruh kepala Balai seperti Taman Nasional Gunung Lesuer dan Taman Nasional Tesso Nilo yang hingga saat ini masih berurusan dengan para perambah. Sedangkan untuk kawasan Taman Nasional yang wilayahnya bermasalah dengan kebakaran hutan, ia mewajibkan untuk dilakukan koordinasi rutin antara Taman Nasional dengan Pemerintah Daerah baik Provinsi, Kota maupun Kabupaten.

“Daerah yang provinsinya bermasalah dengan kebakaran lahan, kepala balainya harus bisa koordinasi untuk mengatasinya seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Tegah dan lainnya,” tambahnya.

Suasana Area Pameran Konservasi pada Hari Konservasi Alam Nasional di Taman Nasional Baluran Jawa Timur. Foto : Danny Kosasih

Sebagai informasi, untuk memasyarakatkan pengetahuan konservasi alam secara nasional sebagai sikap hidup dan budaya bangsa, Presiden RI pada tahun 2009 melalui Keputusan Presiden no. 22 Tahun 2009 menetapkan tanggal 10 Agustus sebagai Hari Konservasi Alam Nasional. Tanggal tersebut merupakan tanggal ditetapkannya UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Pada tahun ini KLHK kembali menyelenggarakan peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) dengan tema “Konservasi Alam – Konservasi Kita”, yang puncaknya dilaksanakan di Taman Nasional (TN) Baluran di Kabupaten Situbondo – Jawa Timur. Makna dan pesan yang terkandung dalam tema tersebut adalah bahwa konservasi alam itu pada hakikatnya adalah untuk kehidupan kita umat manusia serta mahluk hidup lainnya.

Ketua Panitia Pelaksana Hari Konservasi Alam Nasional, Is Mugiono mengatakan, penentuan lokasi puncak HKAN tahun 2017 pada Taman Nasional Baluran disebabkan karena taman nasional ini merupakan milestone upaya konservasi alam, dan merupakan salah satu taman nasional yang ditetapkan pertama kali di Indonesia bersama 4 taman nasional lainnya.

BACA JUGA : Catatan Awal Tahun Menteri LHK, dari Taman Nasional hingga Sampah di Laut

Pameran kali ini diikuti 36 institusi, terdiri dari Unit Pelaksana Teknis lingkup Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK (KSDAE) 24 institusi, Direktorat lingkup KSDAE 3 institusi, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Brantas Jawa Timur, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi Jawa Timur 1 institusi, SKPD Kabupaten Situbondo 1 institusi, Perhutani 2 institusi, dan mitra lainnya 4 institusi.

“Selain itu, Taman Nasional Baluran memiliki tipe ekosistem savana yang khas perpaduan ekosisten lautan, pantai dan daratan yang menghasilkan keanekaragaman hayati luar biasa sehingga mendapat julukan “little africa van java” dengan jenis-jenis satwa liar besar seperti banteng, kerbau liar, rusa, dan banyak lainnya,” tutupnya.

Penulis : Danny Kosasih

Top