Suhu Air Tanah Jakarta Naik Hingga 2,4 Derajat Celcius

Reading time: 2 menit
suhu air tanah
Foto: pixabay.com

Jakarta (Greeners) – Hasil penelitian tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan sejumlah peneliti Jepang menemukan tiga titik sumur di Jakarta mengalami kenaikan suhu air tanah antara 1,4 dan 2,4 derajat Celsius.

Rachmat Fajar Lubis dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI mengatakan, suhu air tanah di sejumlah titik di wilayah Jakarta tersebut teridentifikasi naik satu hingga dua derajat Celsius dalam 100 tahun terakhir. Menurut Rachmat, hal ini bisa berdampak terhadap berbagai hal namun masih membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memastikan dampaknya.

“Ketiga sumur yang dianalisis itu berada di Kamal Muara, Jakarta Utara; Tambun, Bekasi; dan wilayah Jakarta Pusat dengan kedalaman hingga 200 meter,” ujarnya saat dihubungi oleh Greeners, Jakarta, Jumat (02/09).

BACA JUGA: KLHK: Kondisi Kualitas Air Sungai di Indonesia Memprihatinkan

Dalam sejumlah hipotesis, kata Rachmat, dampak perubahan suhu air tanah ini bisa memengaruhi banyak hal, di antaranya mengganggu konstruksi bangunan karena adanya percepatan reaksi unsur kimia pada temperatur lebih tinggi dan pertumbuhan pepohonan yang lebih lambat.

Lebih lanjut Rachmat menerangkan, rata-rata kenaikan suhu air tanah dapat mencapai lebih dari satu derajat Celsius, atau lebih tinggi dari perubahan iklim global yang hanya 0,8 derajat. Sedangkan angka satu derajat Celsius merupakan angka signifikan, khususnya untuk faktor mikro, sekaligus membuktikan pengaruh besar dari urban heat island (pulau bahang/panas perkotaan) dan ekstraksi air tanah yang berlebihan.

“Hal ini tentu masih membutuhkan penelitian lebih lanjut,” ujar Rachmat.

Pengaruh pulau bahang perkotaan atau wilayah metropolitan yang lebih hangat dibanding wilayah pedesaan sekitarnya ini sendiri masih akan terus terjadi di wilayah-wilayah kota dengan pembangunan tidak terkendali. Hal ini tidak hanya menyebabkan naiknya suhu permukaan, tetapi juga suhu bawah permukaan.

Pulau bahang perkotaan juga terjadi karena ulah manusia, utamanya pembangunan masif yang tidak menyisakan ruang terbuka. Fondasi beton menyerap banyak panas sehingga menaikkan temperatur perkotaan. Masifnya bangunan juga menjadi faktor besar terjadinya penurunan muka tanah. Beban bangunan membuat kompaksi tanah semakin cepat.

BACA JUGA: Masalah Air Bersih, BPPT Rekomendasikan Teknologi Biofiltrasi dan Ultrafiltrasi

Sementara itu, ekstraksi air tanah berlebihan juga terus terjadi hingga saat ini. Data yang ada hingga saat ini menunjukkan, setengah kebutuhan air warga Jakarta dipenuhi dari pengambilan air tanah hingga kasus penurunan tanah menjadi ancaman serius bagi wilayah DKI.

Staf Bidang Pengendalian dan Dampak Lingkungan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta Bawa Sarasa pun mengakui bahwa masalah air tanah memang menjadi ancaman di Jakarta. “Karena itu upaya mengatasi hal ini masih terus dilakukan,” katanya.

Sebagai informasi, perubahan suhu air tanah ini menjadi satu dari total 10 tulisan hasil laporan tentang kondisi bawah permukaan Jakarta. Penelitian-penelitan itu dilakukan sejak 2005 dan baru disatukan dalam bentuk buku pada akhir 2015.

Terkait dengan perubahan suhu air tanah, analisis terakhir menggunakan data tahun 2012. Sejumlah data perubahan suhu air tanah dari tahun 1995 kemudian dibuat permodelan hingga keluar angka perubahan suhu tersebut. Setelah itu, data tersebut dibandingkan dengan perubahan temperatur udara dalam kurun waktu 1905-2005.

Penulis: Danny Kosasih

Top