Suhu Asia Dapat Meningkat ke Arah yang Membahayakan

Reading time: 2 menit
suhu asia
Ilustrasi. Foto:

LONDON, 21 Juli 2017 – Perubahan iklim yang tidak tertangani dapat menimbulkan konsekuensi serius dan akan membuat suhu udara di Asia meningkat secara drastis; dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan membalikan beberapa kemajuan bagi ratusan juta orang, demikian disampaikan oleh salah satu penelitian.

Bank Pembangunan Asia dan Potsdam Institute for Climate Impact Research mengatakan pada laporan terbaru bahwa jika manusia terus-menerus untuk membakar bahan bakar fosil di bawah skenario “Bisnis Seperti Biasa” (Business As Usual), maka suhu rata-rata global akan meningkat hingga 4 derajat Celcius.

Namun, dengan massa lahan di Asia, maka suhu musim panas akan bisa meningkat hingga 6 derajat Celcius dan negara-negara dengan pegunungan tinggi seperti Afganistan, Tajikistan, Pakistan, dan barat laut Cina akan mengalami musim panas dengan suhu 8 derajat Celcius di atas level historis. Kematian akibat dari gelombang panas yang dialami oleh para manula diprediksi akan meningkat hingga 52.000 kasus pada tahun 2050.

Suhu yang sangat buruk tersebut akan ditemani dengan hujan yang lebih banyak, meskipun Pakistan dan Afganistan bisa menjadi lebih kering, dan kerentanan meningkat untuk kejadian banjir seperti badai topan dan angin siklon yang meningkat secara intensitas.

Kelaparan pada anak

Kehilangan akibat banjir secara global mencapai enam miliar dolar per tahun pada tahun 2005, bisa meningkat menjadi 52 miliar pada tahun 2050, dan 13 kota di Asia dari 20 kota di seluruh dunia akan menghadapi kerugian akibat banjir pada 30 tahun berikutnya.

Produksi makanan juga terpengaruh dan ladang padi di Asia Tenggara, misalnya, bisa turun hingga 50 persen. Kekurangan makanan dapat meningkatkan jumlah anak kurang gizi di Asia Selatan hingga 7 juta.

Terumbu karang juga akan mengalami kerusakan akibat pemutihan. Kenaikan muka air laut hingga 1,4 meter pada tahun 2100 dan terus meningkat hingga abad seterusnya sampai lebih dari lima meter.

“Krisis iklim global, tidak bisa dibantahkan lagi, merupakan tantangan terbesar dari peradaban di abad 21, dengan regional Asia dan Pasifik terkena dampak secara langsung,” jelas Bambang Susantono dari Bank Pembangunan Asia.

“Rumah untuk dua pertiga masyarakat miskin, dan dianggap sebagai salah satu negara yang rentan terhadap perubahan iklim, negara di Asia dan Pasifik menghadapi risiko tinggi untuk jatuh ke dalam kemiskinan dan bencana, apabila upaya mitigasi dan adaptasi tidak cepat dan kuat untuk dilakukan.”

Pada 25 tahun belakangan, pendapatan per kapita di Asia Pasifik telah meningkat sepuluh kali lipat, demikian juga dengan jumlah kotanya. Dunia memiliki 71 kota dengan lebih dari lima juta jiwa dan 33-nya berada di Asia. Tiga puluh tiga kota ini menjadi rumah bagi 348 juta orang.

Pada tahun 2030, mereka harus menampung sekitar 483 miliar orang dengan pertumbuhan 40 persen di 15 tahun. Pada tahun 2030, akan ada delapan Megacity dengan empat diantaranya di India. Namun, saat kekayaan meningkat, demikian juga ketidakmerataan. Masyarakat miskin akan mungkin menjadi korban dari perubahan iklim.

“Negara-negara Asia memegang nasib bumi di tangan mereka. Jika mereka memilih untuk melindungi diri sendiri terhadap bahaya perubahan iklim, mereka menyelamatkan seluruh planet,” kata Hans Joachim Schellnhuber, direktur Potsdam Institute.

Aktor penting

“Tantangan yang dihadapi ada dua kali lipat. Pada satu sisi, emisi gas rumah kaca di Asia harus dikurangi dengan cara bahwa komunitas global dapat membatasi pemanasan planet di bawah 2 derajat Celcius, seperti yang disepakati di Paris 2015.

“Bahkan dengan beradaptasi terhadap kenaikan 1.5 derajat Celcius merupakan tugas yang berat. Jadi, di sisi lain, negara-negara Asia harus bisa menemukan strategi untuk bisa menjamin kesejahteraan dan keamanan atas dampak perubahan iklim dalam kerangka pembangunan yang sehat secara global,” jelas Professor Schellnhuber.

“Namun, diingat bahwa memimpin revolusi energi bersih akan membawa Asia kepada keuntungan ekonomi. Dan, mengeksplorasi strategi terbaik untuk menyerap tekanan dari perubahan lingkungan yang membuat Asia sebagai aktor penting di multeralisme abad 21.” – Climate News Network

Top