SVLK Tingkatkan Daya Saing Ekspor Kayu

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: freeimages.com

Jakarta (Greeners) – Implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sudah sepantasnya menjadi bagian penting dari upaya perbaikan tata kelola kehutanan di tanah air. Perbaikan tata kelola hutan ini diharapkan akan mampu mencegah terjadinya kegiatan perusakan seperti pembalakan liar, perambahan, dan pembakaran hutan.

Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Putera Parthama, menerangkan bahwa meningkatnya daya saing produk kayu sejatinya adalah bonus dari implementasi SVLK. Hal ini, menurut Putera, karena tujuan utama dari implementasi sistem yang dibangun sejak 10 tahun lalu itu adalah perbaikan tata kelola kehutanan.

Menurut Putera, segelintir pelaku usaha mebel memang masih ngotot menolak implementasi SVLK seperti yang dilakukan oleh Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI). Alasannya, implementasi SVLK akan menambah beban biaya. Selain itu banyak juga Industri Kecil Menengah (IKM) yang mengeluh kesulitan memenuhi persyaratan legalitas seperti izin gangguan (HO), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Usaha Kelola Lingkungan (UKL), Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL), dan NPWP.

“Saya sudah mengingatkan kepada jajaran pemerintah baik di pusat dan daerah untuk membantu para pelaku IKM memperoleh legalitas yang menjadi persyaratan SVLK. Sedangkan terkait keluhan yang kerap muncul dari pelaku IKM mebel, itu kan budaya buruk IKM yang berusaha tanpa melengkapi legalitas. Itu jelas sudah sepantasnya diubah,” jelasnya di Jakarta, Selasa (17/11).

Sementara itu, Asisten Deputi Tata Kelola Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Prabianto Mukti Wibowo, menyatakan, ekspor produk kayu Indonesia saat ini menunjukan tren peningkatan ke hampir semua negara sejak SVLK diimplementasikan. Ini, katanya, telah membuktikan kalau SVLK mampu meningkatkan daya saing produk kehutanan nasional.

Meski demikian, masih ada pekerjaan rumah yang mesti segera diselesaikan terkait sertifikasi bagi pelaku industri kecil dan menengah. Prabianto menjelaskan bahwa IKM kerap kali menyatakan kesulitan terutama terkait kesiapan finansial, sumber daya manusia dan budaya usaha.

“Padahal, berdasarkan data Sistem Informasi Legalitas Kayu per 17 November 2015, nilai ekspor produk kayu Indonesia mencapai 10,3 miliar dolar. Jumlah itu ada di atas catatan total tahun 2014 dan tahun 2013 dimana SVLK belum diimplementasikan, yang hanya sekitar 6 miliar dollar,” tambahnya.

Anggota Koalisi Anti Mafia Hutan, Timer Manurung juga mengingatkan bahwa SVLK sudah sepantasnya diterapkan secara penuh dari hulu hingga hilir untuk mencegah terjadinya kebocoran kayu ilegal.

“Praktik illegal logging sesungguhnya masih marak saat ini. Penelusuran yang kami lakukan menemukan kayu-kayu ilegal bisa dengan mudah dikapalkan ke Tiongkok dan Vietnam,” pungkasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top