Tim Pemantau TNGGP Berhasil Menemukan Anakan Owa Jawa

Reading time: 2 menit
tnggp
Owa Jawa (Hylobates moloch). Foto: TNGGP

Jakarta (Greeners) – Hasil pemantauan yang dilakukan oleh Pengendali Ekosistem Hutan Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) berhasil menemukan satu individu muda atau anakan pada satu kelompok atau keluarga owa Jawa di TNGGP. Plt. Kepala Balai Besar TNGGP, Adison mengatakan bahwa pemantauan ini telah dilakukan sebanyak tiga kali pada tahun 2017 ini, yaitu pada bulan April, Juni, dan Agustus.

“Hasil monitoring di tanggal 14 Agustus 2017, terlihat satu owa Jawa betina yang menggendong anaknya, dengan umur sekitar 2 sampai 3 bulan,” terang Adison, Jakarta, Senin (28/08).

Adison menjelaskan, owa Jawa merupakan satu dari 25 jenis satwa prioritas yang ditargetkan meningkat populasinya yaitu sebesar 10% di tahun 2019 (baseline tahun 2013). Selain itu, berdasarkan SK Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) No. 180/IV-KPTS/2015, owa Jawa (Hylobates moloch) harus terus dipantau keberadaannya dan dijaga kelestariannya.

BACA JUGA: Semua Pihak Harus Peduli pada Keberlangsungan Satwa Liar Indonesia

Sampai tahun 2016, terdapat 98 owa Jawa di Site Monitoring Bodogol pada lahan seluas 2.759 Ha, dengan kepadatan 11,11 individu/Km2. Menurut Adison, beberapa indikator dalam pemantauan ini antara lain perbandingan jenis kelamin, struktur umur, kondisi habitat, potensi ancaman, tingkat kematian, dan tingkat kelahiran.

Selain pemantauan, KLHK juga melakukan penilaian potensi, inventarisasi populasi dan distribusi, survei perilaku, pembangunan pusat rehabilitasi, kampanye konservasi, dan patroli pengamanan hutan. KLHK juga melakukan pelepasliaran Owa Jawa hasil rehabilitasi di Javan Gibbon Centre (JGC), serta pengembangan ekowisata di Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB), yang sekaligus menjadi role model Balai Besar TNGGP.

“Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan bersama-sama dengan para mitra kerja, seperti Conservation International Indonesia (CII), perguruan tinggi, Yayasan Owa Jawa, Perth Zoo Australia, Volunteer Balai Besar TNGGP, Gedepahala, dan masyarakat sekitar,” kata Adison menambahkan.

BACA JUGA: Banyak Jaksa yang Belum Paham Konservasi Satwa Liar

Sementara itu, Direktur Jenderal KSDAE, Wiratno, menyambut gembira berita kelahiran ini mengingat sifat owa Jawa yang monogami dengan kemampuan melahirkan rata-rata sekali setiap tiga tahun dan masa mengandung selama 7 bulan.

Berdasarkan daftar International Union for Conservation of Nature (IUCN), owa Jawa tercatat sebagai satwa “Endangered” (terancam punah), dan berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, owa Jawa termasuk satwa yang dilindungi. Sedangkan CITES mengelompokkan satwa ini ke dalam Apendiks I, sebagai salah satu jenis satwa liar yang dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional.

“Kelahiran owa Jawa secara alami menjadi salah satu indikator bahwa habitatnya masih sehat, dan memungkinkan untuk perkembangbiakan owa Jawa. Semoga ke depannya, populasi owa Jawa di TNGGP dapat terus terjaga, bahkan meningkat. Selain owa Jawa juga, satwa liar lain yang menjadi prioritas untuk dimonitor di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah Macan Tutul dan Elang Jawa,” pungkasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top