Titik Banjir Jakarta Beralih ke Wilayah Kemang

Reading time: 3 menit
titik banjir
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa terjadi pergeseran titik banjir di beberapa wilayah di DKI Jakarta. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyebut Kemang, Jakarta Selatan, jadi salah satu kawasan rawan banjir. Sebelumnya, kata Sutopo, wilayah Kampung Pulo dan Bukit Duri adalah ‘langganan’ lokasi yang menjadi titik banjir di Jakarta.

“Kampung Pulo dan Bukit Duri sudah mulai tertangani dengan proyek normalisasi sungai sehingga kemungkinan banjirnya sangat kecil. Sekarang yang malahan menjadi langganan banjir itu di wilayah Kemang. Bulan Oktober 2017 saja sudah hampir empat kali terjadi banjir di Kemang,” terang Sutopo, Jakarta, Kamis (02/10).

Wilayah Kemang sendiri, diakui oleh Sutopo telah mengalami degradasi di lokasi-lokasi sungainya sehingga mengalami kerusakan dan untuk normalisasi memerlukan biaya cukup besar. Selain biaya besar untuk normalisasi, Sutopo berpendapat masalah permukiman penduduk yang tinggal di bantaran sungai juga menjadi kendala dalam proses normalisasi.

BACA JUGA: BMKG: Antisipasi Kerusakan Akibat Hujan Disertai Angin Kencang

Menurut data BNPB, katanya, daerah rawan banjir di Jakarta ada di 125 Kelurahan dan 643 Rukun Warga. Faktor penyebab banjir di Jakarta sendiri menurut Sutopo disebabkan karena permasalahan yang terjadi di daerah aliran sungai.

Selain itu, saat ini pola hujan di Indonesia sudah berubah dibanding 30 tahun lalu. Jika sebelumnya, dalam satu tahun pola cuaca diperediksi hanya 6 bulan kemarau, 6 bulan musim hujan, saat ini musim hujan hanya berlangsung rata-rata dalam waktu empat bulan. Jika melihat zona musim, sekitar 38,3 persen masuk pada bulan Oktober dan 37,7 persen masuk bulan pada bulan November.

“Meskipun tidak ada pengaruh La Nina maupun El Nino pada musim penghujan tahun ini. Pola hujan yang akan terjadi berbeda dengan pola hujan yang terjadi pada 20 sampai 30 tahun lalu. Itulah yang menyebabkan sering kali terjadi hujan esktrim. Contohnya di Belitung Timur, Juli kemarin volume air yang dijatuhkan 306 mm/hari. Volume itu biasanya dijatuhkan dalam 1 bulan, tapi sekarang dijatuhkan hanya dalam 1 hari,” tambahnya.

Sutopo juga mengingatkan kepada semua pihak akan potensi terjadinya bencana hidrometeorologi. Seperti banjir, longsor, dan angin puting beliung saat memasuki musim penghujan. Potensi bencana hidrometeorologi tersebut akan meningkat semakin mendekati puncak musim penghujan. Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur masih menjadi tiga provinsi yang rawan banjir. Sutopo mengatakan buruknya drainase dan rusaknya Daerah Aliran Sungai (DAS) jadi penyebab utama.

BACA JUGA: Cuaca Kering, Manggala Agni Bersiaga Antisipasi Karhutla

Deputi Bidang Klimatologi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Prabowo R. Mulyono menjelaskan, untuk wilayah Jabodetabek awal musim hujan di mulai pada Oktober 2017 yang dimulai dari Jabodetabek bagian Selatan, Tengah, dan Jabodetabek bagian Utara.

Sementara untuk kondisi ENSO (El-Nino Southern Oscillation) adalah netral dengan indeks ENSO =-0.2, yang artinya tidak El-nino maupun tidak La-Nina sehingga tidak memengaruhi penambahan dan pengurangan uap air. Untuk suhu muka laut di wilayah Pasifik Timur sendiri dingin, kondisi ini menandakan adanya anomali negatif sehingga mengakibatkan wilayah Indonesia mendapatkan tambahan suplai uap air untuk pembentukan dan pertumbuhan awan hujan.

“Awal musim hujan 2017-2018, di sebagian besar daerah diprakirakan mulai akhir Oktober Hingga November 2017 sebanyak 260 ZOM (76.0%) dan mengalami puncak musim hujan pada Desember 2017 sampai Februari 2018,” jelasnya.

Sementara Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Dr. Yunus Subagyo Swarinoto, M.Si. menekankan masyarakat perlu mewaspadai daerah-daerah yang rentan bencana, terutama saat massa transisi, seperti angin kencang, puting beliung, dan gelombang tinggi. Untuk wilayah pulau Jawa, masa transisi terjadi pada bulan September. Pada puncak musim hujan, masyarakat perlu mewaspadai banjir, tanah longsor, genangan air, angin kencang, gelombang tinggi, pohon tumbang, mengingat peluang curah hujan ekstrim meningkat pada puncak musim hujan.

“Masyarakat perlu mewaspadai implikasi dan dampak awal musim hujan 2017-2018 terhadap berbagai sektor, seperti meningkatnya potensi luas tanam sawah, meningkatkan frekuensi tanam, ketersediaan air untuk pertanian dan waduk. Sedangkan beberapa dampak negatifnya seperti peningkatan potensi banjir, longsor dan tingginya gelombang mengganggu kegiatan nelayan,” pungkas Yunus.

Penulis: Danny Kosasih

Top