Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan, Pertamina Diminta Bertanggung Jawab

Reading time: 3 menit
tumpahan minyak
Ilustrasi. Foto:

Jakarta (Greeners) – PT Pertamina akan bertanggung jawab atas dampak lingkungan akibat tumpahan minyak yang terjadi di Teluk Balikpapan. Seperti yang telah diketahui, tanggal 31 Maret 2018 lalu telah terjadi tumpahan minyak mentah di wilayah perairan teluk Balikpapan. Berdasarkan data side scan sonar dari PT Pertamina RU V Balikpapan diduga penyebabnya adalah patahnya pipa akibat benturan jangkar kapal.

Pada Rapat Kerja Komisi VII DPR RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendengarkan keterangan dari Kepala BPH Migas, Kapolda Kalimantan Timur, Direktur Utama Pertamina serta Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan membahas tindak lanjut peristiwa tumpahnya minyak di teluk Balikpapan.

“Terkait penanganan kejadian, saya langsung kirim tim saya ke lapangan, langsung mengecek segala aspek. Ada 7 aspek yang kami fokuskan, salah satunya aspek lingkungan,” ujar Direktur PT Pertamina Elia Massa Manik dalam rapat, seperti dikutip dari keterangan resmi, Jakarta, Selasa (17/04/2018).

BACA JUGA: Terungkap, Penyebab Terjadinya Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan

Dalam peristiwa ini PT Pertamina dinyatakan bertanggungjawab terhadap dampak lingkungan yang mencemari Teluk Balikpapan. Berdasarkan hasil evaluasi lapangan tim KLHK menunjukkan bahwa tingkat kerusakan pada ekosistem mangrove seluas kurang lebih 34 hektare di Kelurahan Kariangau, kerusakan 6.000 batang dan 2.000 bibit mangrove milik warga Kampung Atas Air Margasari, 53 ha tambak udang masyarakat di Kabupaten Panajam Paser Utara, 40 petak tambak kepiting di Kota Balikpapan, 32 keramba jaring apung lobster di Kabuaten Panajam Paser Utara, 15 Rengge di Kota Balikpapan dan 200 bubu di Kota Balikpapan.

Masyarakat juga melaporkan terdapat satu ekor pesut mati di pantai Banua Patra dan satu ekor bekantan mati di Kelurahan Kariangau. KLHK mengambil langkah untuk melakukan nekropsi satwa. Nekropsi terhadap pesut dan bekantan yang mati tersebut dilakukan di Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumberdaya Alam, Badan Litbang dan Inovasi, di Semboja Balikpapan.

KLHK akan menindaklanjuti temuan tersebut dengan menerbitkan sanksi administrasi kepada PT Pertamina RU V Balikpapan untuk melakukan kajian risiko lingkungan dan audit lingkungan wajib dengan fokus pada keamanan pipa penyalur minyak, kilang minyak dan sarana pendukung. PT Pertamina RU V Balikpapan juga harus melanjutkan kegiatan penanggulangan tumpahan minyak dan pemulihan lingkungan akibat kebocoran pipa minyak.

BACA JUGA: Teluk Balikpapan Tercemar Minyak

Menteri Siti Nurbaya mengatakan, saat ini KLHK lebih memfokuskan pada upaya pengawasan terhadap penanggungjawab usaha atau kegiatan di sekitar teluk Balikpapan untuk pengendalian pencemaran sambil menghitung proyeksi ganti rugi dan sebagainya. KLHK juga mengikuti perkembangan dan dampak tumpahan minyak terhadap sumberdaya hayati, sedangkan untuk penegakan hukum, KLHK mengikuti proses untuk melihat unsur-unsur pelanggaran.

Hasil pengawasan lingkungan hidup yang dilakukan KLHK menemukan dokumen lingkungan tidak mencantumkan dampak penting alur pelayaran pada pipa. Pada dokumen lingkungan juga tidak mencantumkan kajian perawatan pipa, inspeksi pipa juga tidak memadai hanya untuk kepentingan sertifikasi, tidak memiliki sistem pemantauan pipa otomatis, dan tidak memiliki sistem peringatan dini.

Mengenai hal tersebut, Elia membantah bahwa tidak benar pipa yang disebutkan tidak terdaftar dan tidak di inspeksi. “Jumlah pipa yang tercatat ada lima dan yang tiga dikelola oleh Pertamina. Pagi itu kami masih ragu tumpahan minyak karena pipa bocor. Tidak ada kesengajaan kami membiarkan minyak tersebut mengalir. Hari ketiga baru ditemukan pipa kami putus dan kami memberhentikan aliran pada jam 8 pagi,” kata Elia.

Direktur Jenderal Perhubungan Laut Agus H. Purnomo mengatakan, timnya memastikan benar pipa tersebut putus dan menemukan dua jangkar pipa, yakni bagian kiri dan kanan. Hasil jangkar kiri ditemukan ada serpihan bekas benturan pipa beton.

“Kami temukan goresan baru, kita juga masih menunggu lab forensik dari pipa yang terputus, panjangnya 54 meter dengan ketebalan 12 milimeter, cukup besar. Kalau kita potong sembarangan kita kehilangan petunjuk. Data yang sudah kami himpun, jaraknya 31 kilometer dari kilang Balikpapan, besarnya pipa 50 inci dan 12 milimeter,” ucap Agus.

Selain itu, Komisi VII DPR RI mendesak Kementerian ESDM RI untuk menerapkan pengawasan pipa bawah laut utamanya di daerah terlarang sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan, dan melakukan review menyeluruh atas obyek vital PT Pertamina (persero) dan KKKS serta melakukan monitoring dan pengawasan dengan menerapkan teknologi terkini secara periodik untuk memastikan bahwa ketentuan standar HSE dijalankan dengan benar.

Penulis: Dewi Purningsih

Top