“Tomcat”, Serangga Predator Penakluk Hama Tanaman Padi

Reading time: 2 menit
predator
Serangga Tomcat (Paederus fuscipes). Foto: th.wikipedia.org

Perubahan iklim dapat berdampak pada berkurangnya populasi ataupun ledakan populasi, bagi flora dan fauna yang tinggal di muka Bumi ini. Indonesia menjadi salah satu negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim.

Masih hangat dalam ingatan kita fenomena ledakan serangga “Tomcat” yang secara masif menyerang kota Surabaya pada tahun 2012. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian memprediksi, munculnya serangan serangga Tomcat karena adanya perubahan iklim. Perubahan itu terutama terjadi saat memasuki musim pancaroba, seperti yang dilansir pada laman Tempo.co.

Serangga Tomcat (Paederus fuscipes) memiliki banyak sebutan nama. Di Malaysia dikenal dengan istilah Charlee, semut semai atau semut kayap. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Rove beetle, atau kumbang jelajah atau kumbang pengembara.

Di alam, Tomcat mempunyai peranan sebagai predator (serangga yang memangsa jenis serangga atau arthropoda lain). Tomcat merupakan predator dari hama ulat (Helicoverpa armigera), hama wereng dan kresek yang menjadi musuh tanaman padi. Adanya keberadaan Tomcat dapat membantu produksi tanaman padi.

Umumnya Tomcat berkembang biak di dalam tanah dan menyukai tempat-tempat yang lembab, seperti pada galangan sawah, tepian sungai, daerah berawa-rawa dan juga hutan. Telur Tomcat diletakkan di dalam tanah, begitu juga larva dari Tomcat dan pupanya hidup dalam tanah. Begitu menjadi dewasa (menjadi kumbang) Tomcat akan keluar dari dalam tanah dan hidup pada tanaman. Aktifitasnya pun akan semakin meningkat seiring pergantian musim atau pasca panen.

Dengan lebih dari 46.000 spesies dalam ribuan generasi, kelompok serangga ini termasuk kedalam keluarga kedua terbesar kumbang setelah Curculionidae (kumbang yang sebenarnya). Mereka juga termasuk kedalam kelompok serangga kuno, dengan fosilnya yang diketahui ada dari Jaman Triassic.

Secara morfologinya, Tomcat memiliki bentuk tubuh yang ramping. Pada saat berjalan bagian belakang tubuhnya melengkung ke atas. Panjang daripada serangga ini ialah sekitar 7 hingga 10 mm dan memiliki lebar 0,5 hingga 1,0 mm. Bagian kepala Tomcat ini berwarna hitam, mempunyai sayap berwarna biru kehitaman dan hanya menutupi bagian depan tubuhnya saja. Bagian toraks dan abdomen berwarna orange atau merah.

Dalam pandangan sekilas Tomcat lebih menyerupai semut. Biasanya, mereka terlihat merangkak di kawasan sekeliling dengan menyembunyikan sayapnya. Apabila merasa terganggu atau terancam, maka serangga ini akan menaikkan bagian abdomen agar ia terlihat seperti kalajenking untuk menakut-nakuti musuhnya.

Disinyalir pada malam hari serangga ini aktif terbang dan tertarik pada cahaya lampu. “Tomcat tertarik pada cahaya sehingga pada malam hari saat manusia menyalakan lampu menarik minat serangga ini untuk datang ke rumah,” ujar ahli proteksi tanaman Institut Pertanian Bogor, Purnama Hidayat, yang dikutip pada laman pusarpedal.menlh.go.id.

Serangga Tomcat tidak menggigit atau menyengat. Namun apabila diganggu maka serangga ini akan mengeluarkan racun yang disebut pederin. Racun ini memang bisa menimbulkan iritasi serius pada kulit, sehingga kulit bisa terlihat seperti terbakar (dikutip pada laman tempo.co.).

Perubahan iklim dapat membuat perkembangan Tomcat cepat menjadi subur, sehingga mereka memasuki wilayah pemukiman penduduk, seperti kasus serangan populasi Tomcat pada tahun 2012 silam. Selain itu, intervensi manusia pada alam menjadi salah satu faktor yang berpengaruh atas ledakan populasi Tomcat tersebut. Deputi Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup, menduga serangan Tomcat disebabkan oleh alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian (seperti perumahan), serta pemakaian pestisida yang berlebih.

predator

 

Penulis: Sarah R. Megumi

Top