Ide & Inovasi
Microfiber merupakan salah satu zat pencemar air dunia yang ada di dalam pakaian. Satu pakaian dapat melepaskan hingga tujuh ratus ribu microfiber dalam satu kali cuci. Banyak dari mereka yang mencapai pantai dan lautan. Di sana, microfiber bisa bertahan selama ratusan tahun. Bahkan, serat ini dapat tertelan ikan dan makhluk laut lainnya. Serat ini lalu bergerak naik di dalam rantai makanan, dan dapat berakhir di piring kita.
Mode yang berasal dari tumbuhan merupakan hal yang lumrah. Bagaimana dengan pakaian dari limbah makanan? Itu baru penemuan anyar. Alumni Univeristy of Toronto, Kanada, Avneet Ghotra dan rekannya Myra Arshad melakukan eksperimen laboratorium untuk menciptakan pakaian dari limbah makanan.
LastObject, perusahaan rintisan asal Denmark yang fokus terhadap pembuatan produk daur ulang, mengeluarkan produk baru yang juga berkelanjutan. Setelah sukses dengan LastSwab, cotton bud ramah lingkungannya, kini LastObject kembali meluncurkan […]
Bahan bangunan umumnya menggunakan batu bata dari tanah liat yang dibakar. Namun, bagaimana jika rumah Anda terbuat dari batu bata yang berbahan dasar urine? Saya dapat pastikan, batu bara urine tidak seburuk yang Anda bayangkan. Meskipun terdengar menjijikkan, ternyata urine bisa bermanfaat menjadi bahan bangunan, sekaligus menjadi solusi untuk pembangunan yang lebih berkelanjutan.
Sebelum mengenal pewarna sintetis, bangsa Indonesia telah memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan menjadi pewarna alam secara turun temurun. Hal ini menginspirasi Annisa Ayuningtias dan Aldi Hendrawan, mahasiswa Universitas Telkom, Bandung. Mereka mencipatkan cat tekstil berbahan dasar kunyit. Cat tekstil ini kemudian mereka aplikasikan dengan teknik lukis pada produk fesyen.
Sebuah perusahaan rintisan asal Inggris, Notpla, menciptakan plastik alternatif yang dapat terurai dalam waktu cepat. Plastik ini terbuat dari rumput laut. Selain dapat terurai dengan cepat, plastik ini juga dapat dimakan langsung oleh manusia, mengingat bahan bakunya yang alami sehingga tidak berbahaya.
Tim peneliti dari China, Inggris, dan Arab Saudi mengembangkan solusi untuk menyelesaikan permasalahan limbah plastik sekaligus emisi karbon. Mereka berupaya menguraikan sampah plastik menjadi gas hidrogen dan tabung nano karbon. Bahan bakar hidrogen menjadi salah satu alternatif energi yang paling menjanjikan untuk bahan bakar fosil.
Perusahaan mobil ternama ini bermitra dengan enam merek mode terkemuka dari seluruh dunia, termasuk Rosie Assoulin dan Public School, untuk meluncurkan koleksi fesyen. Produk edisi terbatas ini akan dijual di swalayan London Selfridges dan dibanderol mulai dari US$250 sampai US$ 1450.
Penggunaan bahan bakar fosil yang terus merusak bumi membuat dua peneliti muda Surabaya prihatin. Mereka adalah mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS), Handy Rifaldin dan Marita Nilam. Duo peneliti muda ini kemudian mengembangkan alternatif pembuatan bioetanol dengan menggunakan buah salak.
Pot organik yang diciptakan terbuat dari serat kelapa sawit. Berasal dari bahan alami, nantinya pot organik ini dapat terurai secara alami dan dapat langsung di tanam dalam tanah sehingga dapat menambah kandungan bahan organik yang terdapat pada tanah.
Yernisa dan Fera Oktaria, duo alumni Universitas Jambi menawarkan solusi wadah makanan sekali pakai yang ramah lingkungan. Mereka merancang ide wadah dari pelepah pinang.
Beton yang masih meninggalkan begitu banyak jejak emisi, mendorong para peneliti dan desainer untuk berinovasi mencari ganti bahan baku semen pada beton. Salah satu inovasi ramah lingkungan yang ditawarkan ke publik adalah beton berbahan dasar kerang.
Tidak hanya dagingnya, sebagian besar bagian dari ayam dapat dimanfaatkan. Mulai dari kulit hingga telurnya. Meski begitu, dalam proses pemotongan, ayam masih meninggalkan sisa limbah. Seperti air bekas cucian ayam, darah hasil pemotongan, dan bulu ayam.