Komunitas Sanggar Kayu, Melestarikan Budaya Tutur Lewat Dongeng

Reading time: 2 menit
komunitas sanggar kayu
Menurut Ardi Ferdinanto, pendiri komunitas Sanggar Kayu, mendongeng bisa menjadi media untuk belajar dan menanamkan nilai-nilai positif kepada anak-anak. Foto: greeners.co/Arief Tirtana

Jakarta (Greeners) – Kapan terakhir kali Anda mendengarkan dongeng, atau bahkan mendongeng untuk anak, ponakan, adik atau anak-anak disekitar Anda? Rasanya seiring semakin berkembangnya teknologi, semakin sulit melihat kebiasaan mendongeng dalam keseharian kita. Orang tua lebih membiarkan anaknya menonton televisi atau beragam video di internet. Lebih praktis memang disaat keterbatasan waktu yang orang tua dimiliki, namun hal itu juga yang membuat interaksi orang tua dan anak menjadi berkurang yang akhirnya juga berpengaruh pada kepribadian anak.

“Interaksi antara orang tua dengan anak itu penting, salah satunya melalui budaya bertutur. Dongeng menjadi pilihan yang bagus karena bukan hanya bertutur, ada pesan yang bisa disampaikan secara menarik kepada anak-anak,” ungkap Ardi Ferdinanto, pendiri komunitas Sanggar Kayu.

Bagi pria yang mulai mendongeng sejak tahun 2008 ini, dongeng memang bukan hanya sekadar menjadi sarana interaksi antara orang tua atau orang dewasa dengan anak-anak. Dongeng juga menjadi media untuk belajar dan menanamkan nilai-nilai positif kepada anak-anak dengan cara yang sesuai dengan dunia mereka, dunia anak-anak yang penuh dengan keceriaan.

Kecintaannya terhadap dongeng pula yang akhirnya membuat Ardi mendirikan komunitas Sanggar Kayu. Di komunitas yang awalnya menempati rumah sederhana di kawasan Kampung Melayu Kecil Jakarta Selatan ini, Ardi bukan hanya membagi ilmunya melalui dongeng, namun juga memberikan pelatihan teater dan juga seni tradisional lainnya.

komunitas sanggar kayu

Foto: greeners.co/Arief Tirtana

Latar belakangnya yang berasal dari dunia teater membuatnya cakap dan bisa dengan mudah disenangi anak-anak didaerah tersebut. Puluhan anak setiap harinya datang ke komunitas Sanggar Kayu yang kini lokasinya ikut terelokasi proyek nomalisasi kali Ciliwung.

“Sekarang memang sudah tidak di kampung Melayu lagi, sejak kena relokasi banyak anak didik saya yang sekarang tinggal di rusun Cipinang Besar dan Rusun Pulo Gebang. Sekarang saya lebih banyak berkeliling mendongeng di sekolah-sekolah dan beragam acara se-Jabodetabek dan kadang diluar kota,” ungkap Ardi.

Tampil Eksentrik

Semangat Ardi seakan tidak pernah kendur. Saat ditemui Greeners, Ardy bersama seorang rekannya begitu semangat bertutur didepan puluhan murid taman-kanak-kanak yang diundang langsung oleh pengelolah Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Rawa Buaya dalam rangka memeriahkan hari anak sedunia Desember lalu.

Diiringi rekannya yang memainkan biola, Ardi mendongengkan anak-anak yang hadir dengan cerita-cerita dongeng binatang atau fabel. “Kalau buat anak-anak TK, fabel menurut saya lebih cocok. Lewat visualisasi fabel lebih bisa menyerap ke anak-anak,” jelasnya.

Dia melanjutkan, mendidik anak-anak memang tidak bisa langsung, harus dengan santai dengan bermain-main. Misalnya saja pakaian yang dia kenakan, berwarna mencolok lengkap dengan kaos kaki bebeda warna kanan dan kirinya, belum lagi kaca mata eksentrik yang digunakannya. Kalau orang dewasa melihat penampilannya mungkin dikira tidak waras. Namun dengan cara itu dia berusaha masuk kedunia anak-anak.

“Ini trik, penawaran saya ke anak-anak. Saya harus masuk ke dunia mereka hingga mereka bisa menerima saya dan akhirnya bisa bersinergi,” ujar Ardi.

Selain itu apa yang dilakukannya tersebut juga merupakan upayanya untuk memberikan gambaran yang menarik akan sebuah dongeng. Dengan kesan santai dan main-main akan lebih mudah menyisipkan pesan-pesan moral dan contoh prilaku baik bagi anak dengan beragam karakter hewan sebagai gambarannya.

Menurutnya anak-anak sebagai generasi penerus perlu diberikan banyak pembelajaran baik, bukan hanya pendidikan melalui sekolah, namun juga pendidikan moral dan karakter yang salah satunya bisa melalui dongeng.

“Harapan saya lewat dongeng bisa ada perubahan mental dan karakter anak Indonesia, terutama yang memang harus kita tanamkan sejak dini,” tutupnya.

Penulis: AT/G39

Top