KPCLA, Lenteng Agung Juga Peduli Sungai Ciliwung

Reading time: 2 menit
kpcla
Foto: dok. Sarmili/KPCLA

Jakarta (Greeners) – Sampah di aliran sungai Ciliwung sejak dulu kerap menjadi perhatian banyak orang. Sampah yang menumpuk di aliran sungai akan menimbulkan dampak banjir di Ibukota Jakarta. Hal ini membuat gerakan peduli Ciliwung merajalela di berbagai titik aliran Ciliwung. Salah satunya Komunitas Peduli Ciliwung Lenteng Agung (KPCLA).

Sarmili mengawali KPCLA pada tahun 2008 bersama orang-orang terdekat dalam rangka menjaga lingkungan dari kerusakan. Awalnya, Sarmili pernah melihat kejadian tiga orang penarik jasa sampah yang membuang seluruh sampahnya ke Ciliwung. Selain itu, Sarmili mengaku bahwa penanganan sampah di daerah tempat tinggalnya masih belum terkonsep. Sampah di daerahnya selalu dibakar tanpa memisahkan terlebih dahulu sampah organik atau non organik yang membuat polusi udara.

Melihat realitas kurang menyenangkan tersebut, akhirnya Sarmili mulai belajar di Jakarta Green and Clean pada tahun 2008. Setelah pulang, Sarmili mulai mengolah sampah dengan lahan seadanyaa hingga pada tahun 2009 KCPLA mendapat bantuan dari pengolahan sampah organik dari Kementerian PU. Bantuan tersebut berupa bantuan untuk pengelolaan sampah di atas lahan seluas 300 m2.

kpcla

Foto: dok. Sarmili/KPCLA

Sri Purwanti yang merupakan istri Sarmili menceritakan awal pengorbanan mereka memulai komunitas ini. “Awal terbentuk, bapak mengampanyekan untuk stop sampah di Ciliwung, namun masyarakat setempat malah mempertanyakan bagaimana solusinya? Kita buang sampah selain di Ciliwung, ya, di mana? Sedangkan kita belum punya TPS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara),” cerita Purwanti.

Hingga pada akhirnya Sarmili dan istrinya menjual mobil untuk membuat TPS. “Waktu itu saya hidup cuma berdua, soalnya anak-anak udah pada menikah semua, bapak minta izin untuk menjual mobil untuk membuat TPS karena masyarakat terus mendesak,” tambah Purwanti.

Keuletan Sarmili dalam menjaga lingkungannya menorehkan beberapa penghargaan dari tingkat daerah hingga nasional. Antara lain penghargaan BPLHD terkait penutupan pembuangan sampah ilegal pada tahun 2012, Kapaltaru tingkat kota dan Provinsi DKI sebagai Pembina Lingkungan, pemecahan Rekor Muri aksi bersih-bersih Ciliwung pada tahun 2014, hingga Nominator Kalpataru Nasional sebagai Pembina lingkungan pada tahun 2016.

Semenjak Pemda DKI memiliki petugas UPK Badan Air, kegiatan KPCLA sedikit berubah. “Sejak DKI memiliki petugas badan air, kegiatan kami tidak seperti dulu lagi, yakni bersih-bersih Ciliwung. Kami lebih berkonsentrasi di edukasi. Tahun ini kami memberikan pelatihan hasta karya kepada siswa SMPN 166 Jakarta seminggu 2 kali,” ujar Sarmili.

Untuk memaksimalkan limbah sampah yang dibuang ke sungai Ciliwung, Sarmili juga membentuk UKM Ciliwung Craft. “Kerajinan daur ulang ini untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa sampah yg selama ini dipandang negatif, sumber penyakit, sesuatu yang kotor, bau menjijikan ternyata masih bermanfaat buat kehidupan dan ada potensi ekonominya juga,” tutur Sarmili.

Harga hasil kerajinan sampah tersebut tidaklah mahal, Sarmili mengungkapkan bahwa harga satu kerajinan hanya ribuan rupiah hingga 400an ribu. Hingga saat ini, KPCLA hanya beranggotakan 15 orang. “Bagi yang mau gabung gampang saja ikut saja di setiap kegiatan kami,” tutup Sarmili.

Penulis: Thorvy Qolbi

Top