FLEGT Indonesia-EU Resmi Berlaku, Standar SVLK Perlu Ditingkatkan

Reading time: 2 menit
flegt indonesia
Foto: Ist.

Jakarta (Greeners) – Pelaksanaan penuh perjanjian kerja sama perdagangan kayu antara Indonesia dan Uni Eropa secara resmi telah dimulai pada tanggal 15 November lalu yang ditandai dengan diberlakukannya lisensi Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT) dari Indonesia ke negara-negara Uni Eropa. Hal ini menunjukkan bahwa Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang digunakan sebagai sistem jaminan legalitas kayu Indonesia telah diakui oleh negara-negara di Uni Eropa.

Setelah melalui proses 14 tahun dalam pengembangan sistem dan 9 tahun proses perjanjian kerjasama sukarela (Voluntary Partnership Agreement/VPA) dengan Uni Eropa, Indonesia akhirnya menjadi negara pertama di dunia yang menerima lisensi FLEGT. Melalui skema ini, produk kayu Indonesia yang bersertifikat SVLK tidak perlu lagi melalui proses uji tuntas (due diligence) dan secara otomatis akan masuk melalui green lane kepabeanan negara tujuan di Uni Eropa.

Namun demikian, Muhamad Kosar, Dinamisator Nasional Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) menyatakan, Indonesia harus tetap bekerja keras untuk menjaga kredibilitas sistem dengan menunjukan keseriusan dalam menindaklanjuti temuan pelanggaran-pelanggaran dalam pelaksanaan SVLK. Berbagai laporan pelanggaran yang disampaikan oleh pemantau independen seperti temuan bentuk-bentuk maladministrasi, modus pemalsuan lisensi dan penipuan melalui praktek pinjam bendera harus ditindaklanjuti melalui penegakan hukum yang efektif.

“Penguatan standar SVLK melalui perbaikan berbagai regulasi juga penting dipastikan untuk mencapai pengelolaan hutan lestari dan berkeadilan karena pengakuan atas SVLK merupakan keberhasilan sekaligus tantangan bagi Indonesia untuk dapat secara konsisten melaksanakan SVLK secara kredibel dan akuntabel,” katanya kepada Greeners, Jakarta, Rabu (16/11).

BACA JUGA: Indonesia Dipastikan Akan Menjadi Produsen Kayu Berlisensi FLEGT-VPA

Saat ini, katanya, SVLK merupakan satu-satunya sistem yang diterapkan secara mandatory untuk menangani peredaran dan perdagangan kayu ilegal serta perusakan hutan, dimana sistem ini dibangun dengan melibatkan para pihak. Melalui skema ini, seluruh pelaku usaha perkayuan dan perdagangannya diaudit untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan dan perundangan yang berlaku.

Faith Doherty, Forest Campaign Leader dari EIA (Environmental Investigation Agency), sebuah lembaga independen internasional yang berkomitmen untuk melakukan investigasi dan mempublikasi kejahatan lingkungan, mengatakan bahwa pihak Uni Eropa pun semestinya menanggung beban yang sama dengan Pemerintah Indonesia. Negara-negara Uni Eropa wajib hanya menerima kayu legal.

Selain itu, Uni Eropa harus terus melakukan penguatan pelaksanaan EU Timber Regulation dan memastikan pengawasan dan penegakan hukum serta tindak lanjut terhadap informasi perdagangan kayu ilegal ke Uni Eropa.

“Ini termasuk juga dengan yang dilaporkan oleh pemantau independen,” tambahnya.

BACA JUGA: Jokowi: Indonesia Harus Segera Ekspor Produk Kayu Berlisensi FLEGT ke Eropa

Sementara itu, mengutip dari keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Benja V. Mambai, Pelaksana Tugas CEO WWF-Indonesia menyatakan menyambut baik ekspor perdana produk kehutanan Indonesia ke Uni Eropa. Ekspor perdana tersebut, dikatakannya merupakan buah dari kerja keras semua pihak dalam mengembangkan SVLK hingga sistem tersebut menjadi instrumen penting untuk menjamin produk kayu Indonesia yang dipasarkan ke Uni Eropa dan negara lainnya berasal dari sumber yang legal.

“Lisensi FLEGT ini akan membawa dampak positif bagi pemasaran produk-produk perkayuan dari Indonesia. Berdasarkan data terbaru, produk kayu Indonesia yang diekspor ke Eropa di tahun 2015 itu mencapai USD 882 milyar. Selain ke UE, Cina, Jepang dan Korea merupakan tujuan utama ekspor produk kehutanan Indonesia. Untuk itu, WWF-Indonesia mengimbau pemerintah Indonesia dan Uni Eropa untuk benar-benar menjalankan dan memantau penerapan sistem ini sehingga bisa menjadi dasar untuk melangkah menuju kelestarian,” ujarnya.

Sebagai informasi, saat ini sudah ada 2.322 industri di Indonesia (data KLHK tahun 2016) yang telah lulus SVLK dan mendapat sertifikat V-legal, dan dapat langsung melakukan ekspor ke berbagai negara. Sertifikat ini sebagai bukti keseriusan Indonesia untuk memperbaiki tata kelola kehutanan.

Penulis: Danny Kosasih

Top