Indonesia Masuki Masa Transisi Perdagangan Kayu Berlisensi Legal Eropa

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: pixabay.com

Jakarta (Greeners) – Setelah bekerja keras selama 15 tahun lebih, Indonesia akhirnya berhasil menjadi negara pertama di dunia yang mendapatkan skema lisensi FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade) atau Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan Bidang Kehutanan dari Uni Eropa bagi semua ekspor produk kayu Indonesia.

Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ida Bagus Putera Parthama, mengatakan bahwa saat ini Indonesia tengah memasuki masa transisi sebelum dokumen V-Legal (verifikasi legalitas) Indonesia diperlakukan sebagai EUTR (European Union Timber Regulation) FLEGT Licence dan produk kayu yang disertai dokumen V-Legal nantinya bisa bebas masuk Uni Eropa.

“Kami akan upayakan selama masa transisi tidak terjadi hambatan ekspor, khususnya bagi Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang belum ber-SVLK, yang mana jumlahnya sebenarnya tinggal sedikit. Pada masa transisi ini, kami (pemerintah Indonesia) akan terus meningkatkan upaya untuk memfasilitasi sertifikasi untuk IKM tersebut,” kata Putra, Jakarta, Rabu (11/05).

Sebagai informasi, beberapa delegasi pejabat tinggi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian dengan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri akan bertolak ke lima kota tujuan ekspor kayu terbesar Indonesia di Eropa yaitu London, Paris, Hamburg, Den Haag, dan Brussels.

Kunjungan para delegasi tersebut dalam rangka memperkenalkan skema Sistem Verifikasi Legalitas Kayu asal Indonesia yang dikenal dengan singkatan SVLK. Putra menjelaskan, pada tanggal 18 Mei 2016 di Brussels, kota terakhir dalam lawatan, delegasi akan melaksanakan pertemuan Joint Implementation FLEGT VPA (Voluntary Partnership Agreement) atau Perjanjian Kemitraan Sukarela yang dihadiri oleh para wakil pemerintah Uni Eropa dan RI untuk mematangkan langkah-langkah terakhir menuju pemberian status lisensi FLEGT.

Langkah berikutnya, lanjut Putra, adalah proses deliberasi di Parlemen Eropa sebelum keputusan final pemberian skema lisensi FLEGT untuk Indonesia. Indonesia tengah mempersiapkan perangkat hukum khusus untuk pelaksanaan perdagangan produk kayu dengan skema lisensi FLEGT ke Uni Eropa.

Sebaliknya, di samping mempersiapkan perangkat hukum dalam rangka menerima produk kayu berlisensi FLEGT dari Indonesia, Uni Eropa juga harus memastikan kesiapan competent authorities atau pihak-pihak yang berwenang di setiap negara anggotanya untuk menerima dan memproses dokumen pengapalan produk kayu Indonesia dengan lisensi FLEGT. Keseluruhan proses persiapan diperkirakan akan memakan waktu empat sampai lima bulan.

“Saat ini, berbagai pihak di Indonesia dan UE juga tengah memulai persiapan pengiriman perdana (first shipment) produk kayu Indonesia berlisensi FLEGT ke UE. Pengiriman perdana ini akan menjadi peristiwa bersejarah dan menurut rencana akan dirayakan oleh kedua belah pihak di Indonesia dan di Inggris,” ujarnya.

Indonesia sendiri merupakan negara pertama di Asia yang menandatangani perjanjian kerjasama sukarela FLEGT VPA dengan Uni Eropa pada tahun 2013 yang kemudian diratifikasi pada tahun 2014. Saat ini, terdapat 15 negara di Asia, Afrika dan Amerika Selatan yang tengah melakukan negosiasi perjanjian FLEGT VPA dengan Uni Eropa.

VPA merupakan perjanjian perdagangan bilateral yang menjadi elemen utama dalam skema rencana pelaksanaan lisensi FLEGT UE yang memanfaatkan mekanisme pasar guna memberantas pembalakan liar dan memperkuat tata kelola kehutanan.

Indonesia dan UE menindaklanjuti nota kesepakatan ini dalam bentuk Joint Implementation Committee (JIC) atau Komite Implementasi Bersama, yang dibentuk oleh kedua belah pihak untuk memantau capaian pelaksanaan perjanjian FLEGT VPA. JIC terdiri dari para wakil pemerintah masing-masing negara, pihak swasta dan masyarakat sipil.

Penulis: Danny Kosasih

Top