Penolakan Permendag Nomor 89 Tahun 2015, Kemendag Akan Kaji Berbagai Masukan

Reading time: 3 menit
Ilustrasi: pixabay.com

Jakarta (Greeners) – Kementerian Perdagangan mengaku akan mendalami berbagai masukan dan pendapat terkait penolakan masyarakat terhadap penerapan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 89 Tahun 2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Kehutanan yang telah resmi ditandatangani oleh Menteri Perdagangan pada tanggal 19 Oktober 2015 lalu.

Direktur Ekspor Kehutanan, Kementerian Perdagangan, Nurlaila Nur Mahmud kepada Greeners mengatakan bahwa pihaknya akan mendalami dan mempelajari terlebih dahulu pihak-pihak mana saja yang meminta peraturan ini untuk dicabut serta mempelajari alasan-alasan yang mencuat di permukaan publik.

“Kita harus pelajari dahulu, apa benar Permendag nomor 89 tahun 2015 ini lebih banyak membawa kerugian dibanding kebaikan pada dunia usaha yang dalam hal ini adalah industri kayu,” jelasnya, Jakarta, Jumat (11/03).

Selain itu, terkait temuan dari Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) yang mengungkapkan bagaimana peraturan ini menjadi celah eksploitasi bagi sejumlah pengusaha kayu yang mengatas namakan industri kecil dan menengah dan melemahkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang berlaku di Indonesia. Ibu Nur, begitu ia akrab disapa, mengatakan bahwa Kementerian Perdagangan akan membahas dan mempelajari terlebih dahulu terkait temuan tersebut.

Ia mengatakan kalau diperlukan sejumlah bukti-bukti kuat untuk menelusuri terjadinya penyalahgunaan Permendag Nomor 89 Tahun 2015 tersebut, karena pada peraturan itu pengusaha industri kecil menengah sudah tidak lagi menggunakan Deklarasi Ekspor.

“Saya cari tahu dulu temuan JPIK itu ya. Perlu dibahas dan ditinjau langsung ke lapangan,” tuturnya lagi.

Sebelumnya, JPIK merilis laporan investigasi dengan judul “Celah Dalam Legalitas-Bagaimana keputusan Menteri Perdagangan Dimanfaatkan Oleh Eksportir Kayu dan Melemahkan Reformasi Hukum”. Dalam laporan yang dilaksanakan pada tahun 2015 dan 2016 oleh Forest Watch Indonesia (FWI), JPIK dan Environmental Investigation Agency (EIA) ini para pemantau menyelidiki beberapa perusahaan yang diduga paling banyak melakukan ekspor produk kayu dengan menggunkaan Deklarasi Ekspor yang keseluruh perusahaan tersebut mengaku sebagai anggota Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI).

Muhammad Kosar, Dinamisator Nasional JPIK kepada Greeners mengungkapkan bahwa beberapa hasil pemantauan menemukan sejumlah pelanggaran seperti yang dilakukan oleh CV V&V Logistic. Perusahaan eksportir produk furnitur/mebel berbahan kayu yang beralamat di Semarang, Jawa Tengah ini menyediakan jasa ekspor dengan menjual dokumen Deklarasi Ekspor kepada industri lain yang belum memiliki ijin ekspor. Salah satunya adalah PO Mahogany yang berlokasi di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.

Lalu, ada pula CV Greenwood Internasional yang merupakan eksportir furnitur/mebel berbahan kayu dan rotan sintetis serta kerajinan tangan berbahan dasar kayu. Dalam laporan pemantauan, perusahaan ini ditenggarai telah melanggar ketentuan izin Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan (ETPIK) produsen dan menyalahgunakan ratusan Dokumen Ekspor yang dikeluarkan oleh perusahaan ini.

Berikutnya ada CV Rejeki Tirta Waskitha. Perusahaan yang beralamat di Jepara, Jawa Tengah ini sudah tidak lagi beroperasi selama lebih dari satu tahun. Namun perusahaan ini masih aktif melakukan ekspor dengan menggunakan Deklarasi Ekspor. Padahal, Sertifikasi Legalitas Kayu milik CV Rejeki Tirta Waskitha telah dicabut pada 16 Desember 2014.

“Kejadian ini menunjukkan bahwa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 89 Tahun 2015 telah memberi kemudahan kepada CV Rejeki Tirta Waskitha untuk terus melakukan ekspor dengan hanya menggunakan Deklarasi Ekspor,” jelas Kosar.

Terakhir ada CV Dewi Fortuna. Perusahaan industri furnitur/mebel berbahan dasar kayu yang beralamat di Jepara, Jawa Tengah ini juga sudah lama tidak beroperasi dan tidak terlihat ada kegiatan produksi di dalamnya. Namun, dari data kompilasi yang dimiliki JPIK, CV Dewi Fortuna masih melakukan ekspor dengan menggunakan dokumen Deklarasi Ekspor hingga November 2015.

“Empat perusahan tadi hanya sebagian dari 10 besar perusahaan yang menggunakan Deklarasi Ekspor. Dari temuan kami, perusahaan-perusahaan tersebut menjual Deklarasi Ekspor kepada perusahaan lain yang tidak memenuhi syarat dan tidak bersertifikat lingkungan sehingga seharusnya tidak bisa melakukan ekspor. Selain itu, negara tujuan terbesar dari keempat perusahaan tersebut adalah Amerika Serikat,” tegasnya lagi.

Menanggapi temuan dari JPIK ini pula, Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ida Bagus Putera saat ditemui usai membuka stand Indonesia Legal Wood di Indonesia Internasional Furnitur Expo (IFEX) mengatakan bahwa dari temuan tersebut telah membuktikan kalau sistem verifikasi yang ada dalam SVLK sudah terbukti manjur dalam menerapkan legalitas kayu produk industri di Indonesia.

“Jadi tujuan kita untuk mengatasi perilaku ilegal jadi terbukti. Terutama ada komponen JPIK itu kan di SVLK kita. Hanya kita loh yang punya sertifikasi yang ada komponen monitoringnya. Itu kelebihan kita, ada monitoring terus,” pungkasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top