Kayu Ular, Tanaman Penangkal Malaria

Reading time: 2 menit
Kayu Ular
Kayu ular atau Strychnos ligustrina digunakan sebagai obat antimalaria. Foto: shutterstock

Masyarakat Indonesia sejak dahulu telah mengenal dan memanfaatkan berbagai macam tumbuhan sebagai bahan obat tradisional. Salah satu yang digunakan sebagai obat, yakni kayu ular (Strychnos ligustrina). Di sejumlah daerah, tanaman ini merupakan obat penangkal malaria.

Tumbuhan yang telah dikenal berabad-abad lamanya ini juga mempunyai nama lokal seperti bidara laut, bidara pahit, bidara putih, kayu ular (Sumatera), dara laut, dara putih, bidara ghunong (Jawa). Di Nusa Tenggara, flora ini dijuluki ai betek, ai hedu, hau feta, maba putih, songga, elu, ai baku maruk, dan aju mapai atau bidara mapai (Depkes RI., 1989).

Baca juga: Kecombrang, Bunga Mirip Obor yang Memukau

Kayu ular mampu hidup dengan subur di daerah kering dan berangin. Sebagian besar di antaranya ditemukan di hutan primer. Flora ini dapat tumbuh pada ketinggian 1-1500 meter di atas permukaan laut (Heyne, 1987). Tumbuhan kayu ular bukan saja terkenal di Indonesia, tetapi di Australia dan Thailand (Roemantyo, 1994 dalam Zuraida et., al, 2009).

Secara morfologi tumbuhan ini berupa pohon bercabang kecil, tetapi mempunyai kayu yang keras dan kuat. Kayunya berwarna kuning pucat dengan tinggi mencapai dua meter. Sementara batangnya berkayu keras dan kuat, berwarna kuning pucat, serta bercabang tidak teratur dan tegak.

Kayu Ular

Pohon Kayu Ular. Foto: shutterstock

Semua bagian tanaman dari daun sampai akar mempunyai rasa yang pahit (Heyne, 1987). Daunnya berbentuk bulat telur dengan ukuran 4,5-7 cm dan 3-5 cm. Sementara tulang daunnya tipis dan terletak pada permukaan yang lebih rendah.

Pangkal helai daun kayu ular seperti tumpul dengan ujung helai daunnya berbentuk runcing dan rata pada tepi helai daun. Mahkota bunganya berbentuk lonceng atau cerobong. Bunga kayu ular ini memiliki lima benang sari. Pada bunga betina terdapat ovarium dua sel dan kepala putiknya sedikit melebar (Backer, 1968).

Baca juga: Baobab, Spesies Pohon Tertua Dunia

Batang dan akar dari tanaman ini digunakan dalam pengobatan tradisional di Indonesia untuk menyembuhkan demam maupun gigitan ular. Selain itu manfaat lainnya yakni sebagai pembangkit selera makan, obat cacing perut, dan obat malaria.

Kayu ular digunakan sebagai obat antimalaria dengan cara dibuat seduhan. Laporan penelitian Maximus M. Taek dan Gerardus D. Tukan (2013), Universitas Katolik Widya Mandiri menyebut, di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT), masyarakat biasa mengolah ramuan ini dengan cara merendam serutan kayunya dengan air panas. Larutan tersebut kemudian didiamkan dalam keadaan tertutup selama semalam dan diminum pada keesokan harinya.

Taksonomi Kayu Ular

Penulis: Sarah R. Megumi

Top