BRIN Kembangkan Sistem Deteksi Dini Penyakit Ice-Ice pada Rumput Laut

Reading time: 2 menit
BRIN mengembangkan sistem deteksi dini penyakit ice-ice pada rumput laut. Foto: Freepik
BRIN mengembangkan sistem deteksi dini penyakit ice-ice pada rumput laut. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terus berinovasi dalam bidang kelautan dengan mengembangkan sistem deteksi dini penyakit ice-ice pada rumput laut. Program ini menjadi langkah strategis untuk menjaga produktivitas sektor budidaya laut yang selama ini menjadi sumber ekonomi penting bagi masyarakat pesisir Indonesia.

Peneliti Pusat Riset Budidaya Laut (PRBL) BRIN, Muhammad Naufal, menjelaskan bahwa proyek ini merupakan awal dari pembuatan alat deteksi cepat penyakit ice-ice yang ditargetkan rampung pada tahun 2028. “Pengembangan sistem ini menjadi bagian dari upaya besar BRIN dalam memperkuat ketahanan budidaya rumput laut nasional,” ujarnya di BRIN Kawasan Sains Kurnaen Sumadiharga, Lombok, Jumat (24/10).

Penyakit Ice-Ice, Ancaman Serius bagi Petani Rumput Laut

Naufal menjelaskan bahwa penyebab penyakit ice-ice adalah bakteri oportunistik dari kelompok Vibrio. Bakteri tersebut menyerang rumput laut ketika terjadi perubahan lingkungan ekstrem. Misalnya, peralihan dari musim kemarau ke musim hujan.

“Kondisi lingkungan yang tidak stabil menimbulkan stres fisiologis pada rumput laut. Akibatnya, batang rumput laut tampak pucat, rapuh, dan menyerupai es,” terangnya.

Penyakit ini menjadi salah satu penyebab utama penurunan produksi rumput laut nasional, terutama di wilayah pesisir timur Indonesia yang menjadi sentra utama budidaya.

Inovasi BRIN: Kit Deteksi Cepat untuk Petani Rumput Laut

Melalui riset ini, BRIN menargetkan untuk menciptakan prototipe kit deteksi cepat yang bisa digunakan langsung oleh petani di lapangan. Dengan alat tersebut, pemantauan kesehatan rumput laut bisa berlangsung secara real-time, sehingga petani bisa mengetahui potensi serangan penyakit sejak dini.

“Dengan adanya kit ini, para petani bisa segera mengambil tindakan pencegahan agar penyakit tidak menyebar luas. Ini juga mendukung praktik budidaya yang berkelanjutan,” kata Naufal.

BACA JUGA: Peneliti Temukan Spesies Baru Tikus Hutan dari Gunung Tompotika Sulawesi

Tahap uji lapangan akan berlangsung di Kabupaten Lombok Timur, salah satu sentra produksi rumput laut terbesar di Indonesia. Setelah proses identifikasi mikroba selesai, tim akan mengintegrasikan data dengan analisis omik untuk menyusun primer yang akurat sebagai dasar sistem deteksi.

Kolaborasi Riset untuk Solusi Aplikatif di Lapangan

Dalam mengembangkan sistem deteksi dini penyakit ice-ice ini, BRIN melakukan kolaborasi lintas pusat riset. Hal itu melibatkan Pusat Riset Rekayasa Genetika, Pusat Riset Mikrobiologi Terapan, dan Pusat Riset Kedokteran Hewan. Menurut Naufal, sinergi antarbidang ilmu menjadi kunci untuk mempercepat lahirnya teknologi aplikatif dan bermanfaat langsung bagi masyarakat pesisir.

“Kami berharap alat deteksi dini ini dapat membantu petani menentukan waktu tanam yang tepat dan mengurangi risiko kerugian akibat penyebaran penyakit ice-ice,” ungkapnya.

Melalui riset ini, BRIN berharap dapat memberikan solusi ilmiah bagi tantangan utama industri rumput laut Indonesia. Selain itu, juga memperkuat daya saing komoditas laut nasional di pasar global.

Inovasi deteksi dini ini juga menjadi langkah penting dalam mewujudkan budidaya rumput laut yang tangguh, produktif, dan ramah lingkungan. Hal itu sejalan dengan visi pemerintah untuk mendorong ekonomi biru berkelanjutan di wilayah pesisir.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top