Di Indonesia terdapat satu jenis pohon dengan kayu keras menyerupai besi, pohon ini dikenal dengan nama ‘Pohon Ulin’. Pohon Ulin (Eusiderxylon zwageri) merupakan salah satu tumbuhan asli Indonesia yang dapat ditemukan di sebagian pulau Sumatera dan Kalimantan, Malaysia dan beberapa pulau di Filipina.
Pohon ulin tersebar di Sumatera bagian selatan dan timur, Kalimantan, Kepulauan Sulu dan Pulau Palawan (Filipina). Untuk di Sumatera, keberadaannya sudah sangat sulit diperoleh, namun masih dijumpai di kawasan hutan Semani dan Batanghari di Provinsi Jambi dan di Musi Rawas, Sumatera Selatan (Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam).
Pohon Ulin juga dijuluki sebagai salah satu dari kelompok kayu indah dan paling awet di dunia, serta masuk kedalam 260 spesies pohon penghasil kayu-kayu perdagangan di Indonesia. Tumbuhan ini menghasilkan kayu yang sudah lama dikenal memiliki mutu yang tinggi, terutama kekuatan dan ketahanan kayunya terhadap berbagai kondisi alam, pelapukan dan serangan organisme perusak kayu.
Secara morfologi, tinggi pohon ulin bisa mencapai 35 m dengan panjang batang bebas cabang 5-20 m, diameter mencapai 100 cm, kulitnya berwarna coklat kemerah-merahan sampai coklat tua atau coklat kelabu. Kayu ulin memiliki berat jenis 1,04 (0,88-1,19) dan termasuk ke dalam kelas kuat dan kelas awet 1 (high class). Kelebihan kayu ulin juga terdapat dari ketahanannya terhadap perubahan suhu, kelembaban dan pengaruh air laut.
Kayu Ulin dapat digergaji dan diserut dengan hasil baik, tetapi kayu ini sangat cepat menumpulkan alat-alat karena teksturnya yang sangat keras. Kayu Ulin dapat dipakai untuk tiang landasan dalam tanah, balok, papan lantai, mebel dan ukiran untuk hiasan rumah (Martawijaya et al. 1989).
Dikutip dari berbagai sumber, ulin tumbuh terpencar atau mengelompok dalam hutan campuran namun sangat jarang dijumpai di habitat rawa rawa. Tanaman ini memiliki daun yang tersusun spiral, tunggal, pinggir rata, elip hingga bulat, bagian dasar bulat hingga agak menjantung, ujung dari daun membulat hingga meruncing dengan panjang daun 14-18 cm dan lebar daun 5-11 cm. Perbungaannya malai dengan panjang 10-20 cm, bunga berkelamin ganda, aktinomorphik dengan warna kuning atau keunguan. Bakal buah pada tanaman ulin yaitu superior, tidak bertangkai, beruang satu dengan satu bakal biji.
Biji ulin yang berkualitas baik yaitu biji yang jatuh dengan usia tua dan jatuh sendiri dari pohon induknya. Hal ini dapat dicirikan dengan biji yang jatuh dan terlepas dari kulit dan daging buah, hanya bertelanjang biji saja. Biji yang baik juga mengeluarkan sedikit lendir licin dengan warna biji kuning atau coklat muda ketika baru pecah. Beralih ke buahnya, buah dari ulin sendiri merupakan buah batu, berbentuk elip hingga bulat.
Bagi kehidupan masyarakat Kalimantan khususnya Balikpapan, kayu pohon ulin merupakan kayu yang multifungsi. Pemakaian kayu ulin oleh masyarakat setempat sudah berlangsung sejak dulu kala sebelum teknologi modern masuk. Kayu ulin erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari bahkan sampai sekarang, terlebih lagi untuk hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat adat Suku Dayak.
Disamping itu, bagi orang Paser, ulin bukan saja memiliki nilai ekonomi, tetapi nilai magis. Kayu ulin juga digunakan oleh masyarakat adat untuk membuat patung-patung yang dipergunakan dalam upacara adat. Kayu ulin dipercaya memiliki kekuatan supranatural yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu jenis lainnya (Koesnadi, 2006).
Karena tingkat magis dari kayu ini sangat tinggi, setiap komunitas diwajibkan untuk menanam, baik 1-2 pohon tiap keluarga. Selain patung, kayu ulin juga kerap kali dijadikan bahan dasar gagang ‘mandau’ atau 16 senjata khas Suku Dayak. Kayu ini dipilih karena memiliki kekuatan yang lebih baik dari batu, sehingga lebih awet dan dipercaya memiliki nilai magis tersendiri. Kendi dari ulin buatan Suku Dayak sangat terkenal, kendi ini merupakan alat yang digunakan oleh masyarakat Suku Dayak untuk menyimpan bahan makanan seperti santan atau bahan makanan lainnya yang rentan basi (Koesnadi, 2006).
Selain memiliki nilai magis, jika zaman sekarang menggunakan shampoo, masyarakat Suku Dayak biasa menggunakan biji ulin sebagai bahan alami pembersih rambut. Biji ulin diambil lalu direndam dengan minyak makan atau minyak kelapa sampai beberapa hari, setelah itu minyak rendaman tadi dioleskan ke kepala selayaknya menggunakan shampoo. Hal ini dipercaya oleh masyarakat Suku Dayak sebagai obat alami penuaan untuk mencegah tumbuhnya uban.
Selain biji, daun dari pohon ulin memiliki beberapa khasiat yang dipercaya oleh masyarakat adat Suku Dayak bisa menyembuhkan beberapa penyakit seperti kebotakan, obat muntah darah dan gangguan ginjal. Setelah diteliti secara ilmiah, ternyata daun ulin mengandung berapa senyawa fitokimia seperti flavonoid, saponin, tannin dan sterolterpenoid.
Faktanya tanaman ulin dilindungi oleh undang-undang Surat Keputusan Menteri Pertanian
No. 54/Kpts/Um/2/1972 dan IUCN. Walaupun kondisinya sudah langka dan dilindungi oleh undang-undang, penebangan yang bersifat illegal masih terus terjadi. Dikutip dari berbagai sumber, harga kayu ulin mulai naik drastis semenjak tahun 2000an, hal ini dikarenakan tingginya konsumen yang tertarik dengan kayu ulin namun berbanding lurus juga dengan faktor kelangkaan dan sulitnya perizinan dalam perdagangan kayu tersebut. Dalam mengantisipasi agar ulin berkembang secara optimal maka upaya konsevasi dan penanamannya harus dilakukan kembali baik di wilayah in-situ dan ex-situ.
Penulis: Sarah R. Megumi