Semarang Menempati Urutan Keempat Kontaminasi Mikroplastik Udara Tertinggi

Reading time: 3 menit
Semarang menempati urutan keempat kontaminasi mikroplastik udara tertinggi. Foto: Freepik
Semarang menempati urutan keempat kontaminasi mikroplastik udara tertinggi. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Kota Semarang, Jawa Tengah menduduki posisi keempat sebagai kota dengan kontaminasi mikroplastik di udara paling tinggi. Temuan itu terungkap dari riset Riset terbaru Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) dan The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ).

Penelitian yang berlangsung di 18 kota dan kabupaten di Indonesia ini menemukan hubungan erat antara cemaran mikroplastik di udara dengan kebiasaan membakar sampah yang membawa partikel mikroplastik naik ke udara. Akhirnya, mikroplastik tersebut juga ikut mencemari air hujan.

Kepala Laboratorium Ecoton, Rafika Aprilianti mengungkapkan bahwa komposisi polimer mikroplastik di udara Indonesia didominasi poliolefin. Hal itu berasal dari pecahan kantong plastik dan kemasan, lalu polyamide dan PTFE dari serat pakaian, komponen otomotif, dan pelapis tahan panas.

“Polyester dan polyisobutylene, yang umumnya berasal dari tekstil dan material ban, juga ada di dalam sampel. Hal ini menunjukkan beragamnya sumber polusi mikroplastik di udara,” ujar Rafika dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/11).

Rafika menjelaskan bahwa komposisi polimer mikroplastik di udara selaras dengan data sumber utama mikroplastik di 18 kota dan kabupaten. Pembakaran sampah plastik menyumbang 55 persen, sementara aktivitas transportasi berkontribusi 33,3 persen.

“Korelasi ini menunjukkan bahwa profil polimer di udara sangat mencerminkan pola aktivitas manusia di kota, mulai dari sistem pengelolaan sampah yang buruk, tingginya aktivitas transportasi, hingga beban tekstil rumah tangga,” tambahnya.

Ajak Warga Uji Mikroplastik

Untuk mencari tahu seberapa jauh penyebaran mikroplastik, Greenpeace Indonesia, Ecoton, dan Jaringan Peduli Iklim dan Alam (Jarilima) mengajak warga Semarang untuk ikut meneliti di mana saja mikroplastik ditemukan melalui uji coba Citizen Science.

Mereka mengajak warga Semarang untuk membawa sampel dari rumah seperti air minum, swab kulit, dan makanan. Sampel tersebut kemudian diuji menggunakan mikroskop.

Selain itu, mereka juga mengajak warga untuk menampung air hujan sebanyak satu sampai dua liter dari lingkungan sekitar. Tujuannya untuk mengetahui seberapa jauh penyebaran mikroplastik dalam kehidupan sehari-hari. Hasil pengujian sampel yang berasal dari masyarakat ini menunjukkan adanya kontaminasi mikroplastik. Temuan itu terdeteksi mulai dari air hujan, makanan, hingga pakaian.

Tak hanya itu, sampel mikroplastik kini juga telah ada di dalam urin, darah, hingga feses manusia. Temuan tersebut terungkap dalam studi Greenpeace Indonesia bersama Fakultas Kedoktertan Universitas Indonesia (FKUI).

Studi yang berlangsung pada Januari 2023-Desember 2024 ini menemukan mikroplastik pada 95 persen sampel dari 67 partisipan. Jenis plastik PET (Polyethylene Terephthalate) menjadi jenis mikroplastik yang paling banyak mengontaminasi tubuh partisipan. Total mikroplastik yang terdeteksi mencapai 204 partikel. Mikroplastik tersebut biasa ada di kemasan plastik sekali pakai seperti botol air minum dalam kemasan (AMDK).

Ahli Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Pukovisa Prawirohardjo mengungkapkan hasil studi kolaborasi yang tengah dilakukan peer review. Dalam studi tersebut terungkap partisipan dengan pola konsumsi plastik sekali pakai yang tinggi. Mereka memiliki risiko penurunan fungsi kognitif hingga 36 kali lipat.

“Kami menemukan hubungan yang berarti antara fungsi kognitif dengan paparan mikroplastik. Gangguan fungsi kognitif yang partisipan penelitian alami mencakup pengaruh pada kemampuan berpikir, mengingat, dan mengambil keputusan,” ujarnya.

Fungsi kognitif partisipan mereka analisis menggunakan Montreal Cognitive Assessment Indonesia (MoCA-Ina). Analisis ini melibatkan tim dokter dari Divisi Neurobehavior Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM).

Perlu Langkah Konkret untuk Kurangi Mikroplastik

Menurut Juru Kampanye Zero Waste Greenpeace Indonesia Ibar F. Akbar, perlu ada langkah konkret dari pemerintah dan produsen untuk mengurangi kontaminasi mikroplastik dalam lingkungan yang berdampak buruk ke kesehatan manusia.

“Pemerintah perlu memperbaiki sistem pengelolaan sampah berbasis pemilahan, mempercepat dan memperluas larangan plastik sekali pakai, melarang mikroplastik primer, serta mendorong transisi ke sistem kemasan guna ulang (reuse) untuk mengurangi pencemaran dan dampak lingkungan,” ujarnya.

Ia menambahkan, pemerintah juga perlu menetapkan standar pengujian mikroplastik yang ketat serta ambang batas kontaminasi dalam produk pangan dan lingkungan. Di sisi lain, produsen juga perlu mengurangi produksi dan distribusi plastik sekali pakai secara signifikan. Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab mereka untuk mengelola sampah plastik yang telah mereka produksi.

“Produsen harus segera beralih ke sistem kemasan guna ulang (reuse) dan isi ulang (refill). Produsen juga perlu meningkatkan transparansi komposisi plastik dalam produknya serta peta jalan pengurangan sampah oleh produsen,” kata Ibar.

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top