Jakarta (Greeners) – Pemerintah Indonesia dan Inggris resmi menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) untuk memperkuat kerja sama aksi iklim global. Kesepakatan ini menjadi tonggak penting dalam diplomasi hijau Indonesia di ajang COP30. Hal itu juga menegaskan komitmen kedua negara dalam mempercepat transisi menuju ekonomi rendah karbon, berkeadilan, dan berketahanan iklim.
Menteri/Kepala Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) RI, Hanif Faisol Nurofiq, dan Ed Miliband, Secretary of State for Energy Security and Net Zero Inggris, menandatangani perjanjian tersebut di sela-sela konferensi iklim dunia di Belem.
“Kemitraan Indonesia–Inggris bukan sekadar kerja sama antarnegara. Ini adalah pernyataan bersama untuk masa depan bumi. Indonesia siap menjadi mitra strategis dunia dalam menghadirkan solusi nyata terhadap krisis iklim,” ujar Menteri Hanif Faisol Nurofiq.
Kolaborasi Konkret Aksi Iklim Dunia
Penandatanganan MoU ini memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat kolaborasi aksi iklim global. Menteri Hanif menegaskan, kerja sama ini tidak bersifat simbolis. Kerja sama ini terimplementasi melalui pertukaran pengetahuan, proyek bersama, serta pelatihan teknis lintas lembaga dan daerah.
“Solusi berbasis alam dan teknologi harus berjalan beriringan untuk menurunkan emisi secara signifikan,” ujarnya.
Sementara itu, Ed Miliband menyebut kerja sama ini sebagai contoh nyata aksi iklim progresif yang berpihak pada kesejahteraan manusia.
“Kami membuktikan bahwa aksi iklim dapat berjalan seiring dengan penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi hijau,” kata Miliband, lalu melanjutkan, “dengan kekuatan bersama Indonesia, kita bisa membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.”
Melalui MoU ini, Indonesia dan Inggris sepakat memperkuat kolaborasi di bidang mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Kemudian, tata kelola karbon yang transparan dan kredibel, serta integrasi pembangunan rendah karbon di berbagai level pemerintahan.
Kedua negara juga membentuk Joint Steering Committee (JSC) untuk memastikan koordinasi, pemantauan, dan evaluasi program berjalan efektif dan berkelanjutan.
Melalui JSC, KLH/BPLH akan mendorong sinergi antarkementerian, lembaga riset, dan pemerintah daerah. Selain itu, juga memperluas kerja sama teknologi rendah emisi dan investasi hijau yang selaras dengan Paris Agreement dan Agenda 2030 Sustainable Development Goals (SDGs).
Inggris Fokus ke Energi dan Tata Kelola Karbon, Indonesia Perkuat Regulasi Nasional
Dalam catatan bilateral, Inggris menunjukkan minat tinggi pada mitigasi sektor energi, Forestry and Other Land Use (FOLU), serta transparansi rantai pasok karbon global.
Sementara itu, Indonesia memprioritaskan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Iklim. Kemudian, penguatan pasar karbon berintegritas tinggi, pengembangan biodiversity credits, serta fasilitasi pertemuan antara penjual dan pembeli karbon internasional.
“Kami optimistis kerja sama ini akan mempercepat pencapaian target emisi nasional, memperkuat integritas pasar karbon, dan menumbuhkan ekonomi hijau. Ini bukan diplomasi semata, tapi langkah konkret menuju masa depan rendah emisi,” ujar Menteri Hanif.
Dalam forum COP30, Menteri Hanif mengumumkan bahwa Indonesia menargetkan transaksi karbon hingga 90 juta ton CO₂ ekuivalen dari sektor kehutanan, kelautan, energi, dan industri, dengan nilai ekonomi mencapai Rp15 triliun. Ia menegaskan bahwa angka tersebut menjadi fondasi penting bagi pertumbuhan ekonomi hijau nasional dan mitigasi perubahan iklim berkeadilan.
“Diplomasi lingkungan tidak lagi berhenti di meja negosiasi. Ini saatnya implementasi nyata,” tegas Hanif.
Kerja sama bilateral ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon, yang menjadi kerangka hukum utama pengembangan pasar karbon nasional. Melalui kemitraan ini, KLH/BPLH berkomitmen memperkuat integritas sistem perdagangan karbon, menarik investasi hijau, dan mempercepat pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia.
“Kami akan terus membangun kepercayaan global melalui mekanisme yang transparan, berkeadilan, dan berbasis hasil nyata. Indonesia ingin menjadi pusat solusi dunia, bukan sekadar bagian dari percakapan global,” ujar Hanif.
Peluang Inovasi dan Dampak Langsung bagi Masyarakat
Kerja sama Indonesia–Inggris ini juga membuka peluang besar di berbagai bidang. Di antaranya inovasi pembiayaan hijau, restorasi hutan dan keanekaragaman hayati, dan proyek berbasis alam (Nature-Based Solutions).
Program-program tersebut diharapkan memperkuat ketahanan iklim nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tingkat tapak.
“Kolaborasi ini menunjukkan bahwa diplomasi hijau Indonesia bukan retorika, melainkan strategi pembangunan jangka panjang yang inklusif, kompetitif, dan berkelanjutan,” kata Hanif.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Dominic Jermey, memuji langkah strategis Indonesia dalam memimpin aksi iklim global.
“Inggris bangga berdiri bersama Indonesia di COP30. Perjanjian ini mencerminkan komitmen bersama untuk mempercepat aksi iklim, mengembangkan pasar karbon berintegritas tinggi, memperluas investasi hijau, dan mendorong solusi berbasis alam yang memberi kemakmuran bagi kedua negara,” ujarnya.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia











































