Ribuan Orang Muda Desak Kebijakan Iklim yang Adil di COP30

Reading time: 2 menit
Ribuan orang muda desak kebijakan iklim yang adil di COP30. Foto: Climate Rangers
Ribuan orang muda desak kebijakan iklim yang adil di COP30. Foto: Climate Rangers

Jakarta (Greeners) – Di tengah meningkatnya dampak krisis iklim, orang muda dunia menyatukan suara mereka. Melalui Global Youth Statement (GYS), ribuan orang muda dari lebih dari 150 negara menyerukan perubahan arah kebijakan iklim global menuju transisi energi yang adil, pendanaan tanpa utang, dan keterlibatan bermakna bagi kelompok muda serta masyarakat rentan.

Dalam forum Conference of Children and Youth ke-20 (COY20) di Belém, Brasil, suara itu secara resmi diserahkan kepada pimpinan COP30 dan perwakilan UNFCCC sebagai mandat global bagi para pemimpin dunia.

Dari Indonesia, Climate Rangers menjadi satu-satunya organisasi yang hadir di Belem. Mereka memastikan bahwa aspirasi orang muda Indonesia tertuang jelas dalam National Children and Youth Statement (NYS). Aspirasi ini juga menjadi bagian dari mandat global soal keadilan iklim.

Penyusunan NYS Indonesia melibatkan lebih dari 900 anak dan orang muda dari 30 provinsi, melalui rangkaian Local Conference of Children and Youth (LCOY). Dari pesisir hingga pegunungan, mereka mengangkat isu yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Isu tersebut meliputi banjir, kekeringan, polusi tambang, serta ketimpangan akses energi yang berdampak langsung pada kehidupan warga.

Mandat anak dan orang muda Indonesia menyoroti tiga hal mendasar yang juga tercermin dalam mandat global terkait perubahan iklim. Tiga hal utama tersebut mencakup transisi energi yang adil dan berpihak pada rakyat, sehingga manfaatnya terasa secara merata. Selain itu, mandat ini menekankan pendanaan iklim tanpa utang dan pengakuan partisipasi orang muda serta masyarakat adat.

Keadilan Iklim tentang Nasib Generasi

Koordinator Climate Rangers Indonesia, Ginanjar Ariyasuta, menegaskan bahwa keadilan iklim bukan sekadar tentang teknologi atau target emisi. Namun, keadilan iklim ini tentang nasib generasi mendatang. 

“Kami tumbuh di bumi yang jauh lebih panas, lebih bising, dan lebih rapuh daripada yang orang tua wariskan pada kami,” ujar  Ginanjar dalam keterangan tertulisnya, Minggu (9/11). 

Menurutnya, jika kebijakan hari ini terus memihak industri fosil, dampaknya akan terasa bagi generasi mendatang. Akibatnya, generasi setelah ini akan tumbuh di dunia yang lebih tidak adil dibandingkan kondisi saat ini.

Tuntut Negara Hentikan Proyek Batu Bara

Sementara itu, dalam GYS, orang muda menuntut negara-negara menghentikan seluruh proyek batu bara sebelum tahun 2030. Selain itu, menghentikan pendanaan untuk energi fosil. Mereka juga meminta percepatan transisi menuju energi bersih yang terkelola secara demokratis oleh masyarakat.

GYS juga menyoroti ketimpangan global, di mana negara-negara maju masih menunda tanggung jawab terkait pendanaan iklim. Mereka justru terus membuka ruang bagi investasi berbasis ekstraksi di negara berkembang.

Perwakilan Climate Rangers, Fadilla Miftahul, yang menjadi pembicara di sesi bertema Youth as Drivers for Just Energy Transition milik International Energy Agency (IEA), menekankan pentingnya orang muda dalam transisi energi yang adil.

“Orang muda memiliki peran vital dalam transisi energi. Kami telah melihat bagaimana orang muda di Indonesia mengorganisasi diri, menolak pendanaan kotor dari bank untuk proyek batu bara, hingga membangun energi terbarukan secara mandiri di desa-desa. Semua gerakan ini menunjukkan bahwa solusi sejati bisa datang dari komunitas, bukan hanya dari korporasi besar,” tegasnya. 

Menurutnya, sistem energi yang didominasi oleh energi fosil yang eksploitatif ini adalah desain dari generasi tua. “Saatnya kita menantang paradigma tersebut, bagaimana pembangunan harus berbasis ke komunitas dan keberlanjutan, bukan hanya keuntungan ekonomi,” lanjutnya.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top