Jakarta (Greeners) – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menindaklanjuti temuan Kali Sunter penuh busa di sepanjang aliran Kali Sunter, Jakarta Utara. Busa tersebut berasal dari Situ Ria Rio, Pulomas, Jakarta Timur, sebagaimana hasil verifikasi lapangan pada 19 Agustus 2025 oleh Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara.
Hasil pemeriksaan awal menunjukkan kualitas air Situ sudah tercemar oleh kandungan organik dan surfaktan. Fenomena busa terjadi saat pompa di Rumah Pompa Polder Pulomas 1 (Kelapa Gading, Jakarta Utara) dan Pulomas 2 (Kayu Putih, Jakarta Timur) menyala. Menurut petugas, kala itu ada pengosongan air Situ untuk mengantisipasi potensi hujan deras. Debit air yang tinggi memicu turbulensi sehingga busa meluap hingga ke Kali Sunter.
Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto mengungkapkan bahwa pihaknya menyiapkan dua langkah utama untuk mengatasi busa ini. Untuk penanganan jangka pendek, DLH menyiapkan dua langkah utama. Pertama, pemasangan kubus apung di hilir outlet pompa 1 dan 2 pada jarak sekitar 100 meter. Instalasi ini bertujuan mencegah penyebaran busa lebih luas dan targetnya selesai pada 30 Agustus 2025.
Kedua, petugas akan melakukan penyemprotan busa menggunakan metode high pressure spraying dengan tekanan 7–9 Bar sesuai standar operasional. DLH juga memperkuat koordinasi dengan Dinas Sumber Daya Air (DSDA) dan pengelola rumah pompa agar langkah responsif bisa segera petugas lakukan setiap kali pompa beroperasi. Selain itu, identifikasi sumber pencemar di sekitar Situ Ria Rio tengah berlangsung.
Untuk jangka panjang, DLH akan berkoordinasi dengan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) selaku pengelola Situ Ria Rio. Rencana pemulihan kualitas air mencakup metode fisik maupun biologis untuk menguraikan polutan organik dan surfaktan yang memicu timbulnya busa.
“Langkah yang kami ambil bukan hanya penanganan sesaat, tetapi bagian dari upaya berkelanjutan untuk memperbaiki kualitas air di Jakarta,” ujar Asep dalam keterangan tertulisnya.
Temuan Busa di Banjir Kanal Timur
Sementara itu, pada 13 Agustus lalu, tumpukan busa putih juga muncul di Pintu Weir 3 Banjir Kanal Timur, Jakarta Utara. Melihat permasalahan tersebut, DLH DKI Jakarta bersama sejumlah instansi menggelar simulasi penanggulangan dengan dua metode. Pertama, penyemprotan bertekanan tinggi, kemudian pelepasan mikroba untuk mengurai pencemar organik penyebab busa.
Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, mengatakan hasil simulasi ini akan menjadi acuan penyusunan SOP di 13 sungai Jakarta. “Penanganan busa harus menjadi bagian dari program pemulihan kualitas air jangka panjang yang terintegrasi,” kata Asep.
Menurut Asep, pencegahan di sumber pencemar lebih penting dibanding penanganan di hilir. Pengawasan bakal berfokus pada pelaku usaha, terutama skala kecil, yang wajib memiliki Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) dan mengelola limbah cair sesuai aturan.
Di samping itu, Analis Lingkungan DLH DKI Jakarta, Ria Triany, menjelaskan busa terbentuk akibat tingginya kadar bahan organik (BOD, COD) dan surfaktan sintetis dari limbah rumah tangga maupun usaha yang belum terolah optimal. Turbulensi di pintu air memicu pembentukan busa. Mikroba yang digunakan dalam simulasi diharapkan mampu menguraikan polutan secara biologis atau biodegradasi.
Dalam uji coba, DLH menggunakan 10 ribu liter air tawar untuk penyemprotan fisik dari darat dan air, serta 2.500 liter air yang dicampur 4 liter cairan mikroorganisme efektif untuk degradasi polutan.
“Penyemprotan dilakukan dengan berbagai tipe pancaran, ukuran nozzle, dan lokasi berbeda,” kata Kepala Seksi Operasi Kebakaran Dinas Penanggulangan Kebakaran, M. Tasor.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia











































