Senja BBM, fajar baru energi terperbarukan
Konsumsi energi fosil adalah kebiasaan yang kotor. Mulai dari proses produksi, konsumsi hingga emisi yang dihasilkannya. Berbagai penelitian telah membuktikan sebuah fakta bahwa hasil dari aktifitas manusia yang di”kompori” oleh sumber energi fosil mempunyai dampak yang sangat buruk, tidak hanya bagi masa depan manusianya saja, tetapi berlaku juga bagi mahluk penghuni bumi lainnya.
Sumber energi fosil bumi telah lama ditenggarai sebagai penyebab utama semakin bertumpuknya gas rumah kaca di atmosfer. Merujuk hasil analisa yang dilakukan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), dapat diketahui bahwa suhu bumi yang naik (rata-rata 5%) dalam seratus tahun terakhir ini, lebih banyak disebabkan oleh semakin bertambahnya karbon dioksida yang terdapat pada lapisan ozon. Dan menurut hasil penilitian yang dilansir safeclimate.net karbon dioksida mempunyai proporsi terbanyak dalam gas rumah kaca, yaitu sekitar 70%, sisanya adalah gas metan sebanyak 23%, dan nitrous oksida 7%. Untuk karbon dioksida sendiri, sebanyak 75% dihasilkan dari proses pembakaran minyak fosil bumi, sedangkan 25% lainnya dihasilkan dari proses alih fungsi dari lahan bumi.
Dari pemaparan diatas kita dapat melihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kerusakan lingkungan, keadaan iklim, dan sumber energi fosil bumi. Ini adalah sebuah peringatan dan panggilan bagi kita semua untuk merekontruksi pola perilaku kita dalam konsumsi energi minyak fosil, dan utamanya, kita harus mulai memikirkan pemanfaatan sumber energi lain yang tidak saja lebih ramah lingkungan, namun juga dapat menjadi jawaban yang lebih luas dari segi persoalan yang lain, seperti kesenjangan sosial, ekonomi, kesehatan, dan permasalahan lainnya yang menyangkut kualitas hidup manusia secara menyeluruh.
Seperti yang kita tahu; Indonesia tergabung kedalam organisasi negara-negara pengekspor minyak dunia (OPEC). Namun tidak seperti beberapa dekade kebelakang, sekarang produksi minyak Indonesia tidak dapat memenuhi konsumsi energi dalam negeri. Indonesia, sebagai negara pengekspor minyak dunia, harus menggantungkan diri kepada negara lain untuk dapat mencukupi kebutuhan minyak rakyatnya sendiri.
Sedikitnya ada tiga indikasi yang dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi kemusnahan sumber energi konvensional (terutama BBM): Pertama, saat ini Indonesia hanya mampu memproduksi minyak mentah sebanyak 1.2 juta barel perhari.
Bila dibandingkan dengan dekade 1980-an (1.6 juta barel perhari), maka jelas terdapat penurunan kemampuan produksi yang sangat signifikan. Kedua, konsumsi energi di dalam negeri terus naik sekitar 10% pertahun. Ketiga, setelah krisis moneter yang mengguncang Asia pada akhir dekade 1990-an, harga minyak dunia terus meroket (sumber:Inovasi online; 2005).
Harga minyak dunia yang terus meroket, dan bertahan di sekitar US$ 60 per-barel, jelas memberikan beban yang amat berat pada perekonomian bangsa kita. Untuk saat ini subsidi pemerintah seperti yang telah diatur dalam APBN memang sangat besar, sehingga harga minyak dalam negeri masih dapat bertahan disekitar US$ 25-30 per-barel. Namun kita tak dapat terus bergantung kepada subsidi pemerintah. Indikasi semakin menipisnya sumber energi BBM telah semakin jelas dan nyata. Sekarang adalah saat bagi kita semua untuk lebih peduli terhadap kondisi sumber energi bumi dan berlaku lebih arif dalam menggunakannya.
Banyak penyebab penipisan ketersediaan sumber energi dunia. namun satu yang paling signifikan adalah pola perilaku kita dalam memperlakukan sumber energi ini secara membabi buta. Mulai dari tingkatan pribadi sampai ke skala industri. Penggunaan sumber energi konvensional, atau minyak fosil bumi saja sudah merupakan perilaku yang dapat sangat merugikan bagi lingkungan. Lalu hal ini diperparah dengan perilaku yang cenderung menghambur-hamburkannya.
Krisis energi selama ini hanya dapat dirasakan oleh orang-orang dari kalangan tertentu saja, utamanya menengah kebawah. Namun bukan berarti orang-orang yang tidak mendapatkan imbasnya secara langsung dapat berleha-leha. Karena krisis energi adalah krisis global maka semua orang, tanpa tebang pilih, akan merasakan dampaknya juga.
Ini adalah senja bagi energi konvensional dan fajar baru bagi energi yang terperbarukan. Semakin berkurangnya ketersediaan bahan bakar minyak bumi sebagai bahan bakar utama transportasi dewasa ini membuat sumber energi alternatif tidak lagi berlaku sebagai “alternatif”. Selain itu, tekanan yang amat besar terhadap lingkungan, serta tingkat polusi yang semakin tinggi, juga seharusnya mendorong terealisasikannya bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dan berasal dari sumber-sumber energi terperbarukan.












































