Habis Energi Konvensional, Terbitlah Energi Terperbarukan

Reading time: 16 menit

BBN VS Kebutuhan Pangan

Kebutuhan BBN yang semakin meningkat tentu akan berdampak secara langsung terhadap ketersediaan bahan baku BBN di berbagai daerah. Dalam hal ini, pengalihgunaan lahan hutan menjadi lahan jarak dan kelapa sawit menjadi kekhawatiran yang sangat beralasan. Dengan belum adanya regulasi yang jelas, dan tiadanya standarisasi dari pemerintah mengenai harga biji jarak setiap kilogramnya, alih guna lahan dan perambahan hutan tampaknya tak terhindarkan. Masyarakat akan menangkap prospek tanaman ini, kemudian akan berlomba untuk menanamnya. Jika ini terjadi, maka peralihan konsumsi sumber energi yang seharusnya membawa pemecahan, justru akan menuai dan menambah pelik masalah yang sudah ada.

Sama halnya dengan kelapa sawit, ada kekhawatiran pengalihfungsian hasil kelapa sawit. Kelapa sawit yang selama ini digunakan untuk memproduksi minyak goreng, akan berkurang karena digunakan untuk kebutuhan bahan baku biodiesel. Kemudian, kelangsungan produksi minyak sawit pun akan mulai dipertanyakan.

Prospek bioethanol juga menghadapi episode yang sama. Ethanol, dihasilkan dari tanaman yang memiliki kandungan glukosa. Kemampuannya untuk dijadikan bahan bakar telah mengejutkan banyak pihak. Masyarakat pun mulai resah akan kekurangan dan kenaikan harga bahan pangan. Pasalnya, tanaman penghasil ethanol sebagian besar adalah tanaman pangan, seperti ubi, singkong, tebu, dan jagung. Mengingat masih banyaknya daerah di Indonesia yang mengalami kelaparan, maka bahan pangan harus tetap diprioritaskan untuk pencukupan kebutuhan pangan. Pihak pemerintah diharapkan mampu menjaga produksi dan harga bahan pangan tersebut, terutama tebu. Sampai saat ini, Indonesia masih mengimpor gula untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sehingga, meski tebu sangat menjanjikan sebagai bahan baku ethanol, tebu harus diprioritaskan untuk produksi gula.

Tidak hanya itu, akhir-akhir ini ditemukan sebuah fakta bahwa pembuatan bioethanol menghasilkan gas metan ke udara bebas. Seperti yang telah diketahui, gas metan merupakan salah satu gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Hal inilah yang menjadi kontroversi di kalangan investor. Mereka khawatir bioetanol tidak hanya menjadi solusi energi baru, tapi juga menjadi masalah baru pada keseimbangan lingkungan.

Ceritanya berbeda dengan biogas, seperti yang kita tahu, bahan baku biogas adalah limbah. Selain merupakan solusi sumber energi potensial, dan penanggulangan limbah, biogas juga dapat merupakan solusi untuk mengurangi emisi gas metan ke udara yang dihasilkan oleh kotoran ruminansia. Namun, biogas ini pun memiliki keterbatasan. Hanya limbah organik, termasuk limbah manusia dan limbah dapur dari sayuran yang mampu menghasilkan biogas. Dengan begitu, hanya daerah tertentu pula yang mampu menghasilkan biogas dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga di seluruh desa. Desa Sidokare, Sidoarjo merupakan salah satu contoh desa yang mampu memenuhi kebutuhan bahan bakar untuk memasak bagi seluruh warga desanya. Sebenarnya banyak daerah lain di Nusantara yang dapat mengikuti jejak desa Sidokare. Yang harus dilakukan adalah merobohkan keterbatasan pengetahuan, yang dapat dibantu oleh politicalwill dari pihak pemerintah.

Perjalanan BBN….

Rasa optimisme bahwa kita akan mampu terbebas dari ketergantungan pada BBM tidak lepas dari pesimisme akan dampak negatif dari BBN itu sendiri. Namun, perjalanan BBN baru saja dimulai. Segala kemungkinan bisa saja terjadi. Tentu saja masyarakat berharap BBN ini bisa menjadi solusi terbaik, dengan meminimalisir dampak negatifnya. Yang terpenting adalah kesadaran masyarakat untuk segera menghemat energi. Seperti yang telah dibahas bahwa persediaan sumber energi fosil semakin menipis. Selamat datang di era BBN, dan mulailah membiasakan diri perlahan agar terlepas dari ketergantungan BBM.

Sumber Energi yang Tak Pernah Habis

Bagi beberapa orang kota, kata ”alam” mempunyai eksistensi yang terpisah dari peradaban. Betapa tidak, ketika mulai membangun dunianya dengan benteng, semen dan bangunannya sendiri, seakan-akan manusia adalah mahluk yang dapat hidup mandiri tanpa mahluk hidup lainnya. Tapi syukurlah, abad pemikiran seperti itu telah berlalu. Selama ini kita telah dibius oleh sebuah propaganda yang busuk, dan hegemoni bahan bakar fosil yang menyesatkan.
Mari kita beristirahat sejenak, dan biarkan angin menerpa dedaunan yang menjadi keemasan dibawah sinar mentari, dan gemercik air yang menyegarkan dibawahnya…

Top