G: Menurut Abah, bagaimana hubungan antara sepeda dengan permasalahan di kota-kota besar?
A: Sepeda dapat menjadi sumber inspirasi dari pemecahan masalah kota, sedikitnya macet dan polusi udara, adalah dengan mengurangi kendaraan bermotor. Nah untuk mengurangi kendaraan di jalan raya, sepeda adalah pilihan transportasi yang paling tepat.
Karena itu, bersepeda dilakukan oleh seluruh kota besar dunia yang berhadapan dengan masalah macet dan polusi. Mereka menjadikan sepeda sebagai salah satu inspirasi, bukan hanya untuk memecahkan masalah macet dan polusi, tapi juga hal-hal lain yang berkaitan dengan kedua hal tadi, misalnya membangun infrastruktur yang sesuai dengan kapasitas masing-masing kota.
G: Di Bandung sendiri, bagaimana Abah melihat kultur bersepedanya?
A: Berkembang, luar biasa! Abah mah optimis, karena pada dasarnya Bandung adalah kota sepeda. Jadi kita bukan membuka hal yang baru, hanya menumbuhkan kembali yang telah lama terpendam. Generasi Abah dulu adalah generasi pesepeda, itu adalah bagian dari budaya kota. Budaya kota adalah perilaku dari orang-orangnya. Dan itu tak pernah hilang, hanya terpendam.
Budaya adalah sesuatu yang tercatat di alam ini, meski tidak dilakukan oleh generasi berikutnya, bukan berarti budayanya hilang. Begitu ada yang melakukannya lagi, ia akan tumbuh dari landasan yang sama. Tinggal bagaimana kawan-kawan menyosialisasikannya sebagai kegiatan yang positif.
G: Apa yang membuatnya ”terpendam”?
A: Banyak. Di antaranya, banyaknya iklan yang mendorong orang untuk membeli kendaraan bermotor, adanya kepentingan produsen, dan lain sebagainya. Tapi memang tak salah jika orang ingin memiliki kendaraan bermotor, karena pada dasarnya kebutuhan pun berbeda-beda. Tapi kalau kendaraan bermotor ini mendominasi kebutuhan tranportasi kita, padahal ada alternatif transportasi lain yang lebih sehat, seperti sepeda, saya kira harus ada kesadaran dan keputusan politik untuk mengatasinya.
Nah satu hal yang dapat dilakukan oleh walikota Bandung sekarang, meskipun membutuhkan energi yang lumayan banyak, sebenarnya dapat menjadi inspirasi bagi warga Bandung, dengan bersepeda. Misalnya dari pendopo Alun-alun ke Kota madya, saya kira hanya memakan waktu sepuluh menit. Tidak usah dikawal pake protokoler. Dan tidak usah menjadi etalase politik. Memang tidak untuk setiap keperluan, karena tugas sebagai walikota tentu sangat sibuk. Cukup dari rumah ke kantor. Dengan begitu saja, selain ia pribadi menjadi lebih sehat, ia juga bisa menjadi inspirasi untuk kota.
“Kita harus lebih intens lagi bersepeda sehingga pengendara jalan yang lain akan terbiasa dengan kehadiran kita”
Gubernur sudah mau bersepeda, tinggal pa Dada, sebagai walikota Bandung, menurut Abah, harus mau sedikit berkorban, kalau dia merasa naik sepeda itu cape, itulah bayarannya untuk menjadi inspirasi bagi warga kotanya. Konon menurut teorinya, perubahan dalam suatu komunitas akan terjadi secara signifikan kalau dilakukan oleh orang yang memiliki posisi formal di dalam kepemimpinan dari komunitas tersebut. Tapi itu tidak berdiri sendiri, di bawah pun harus ditumbuhkan.
G: Kalau yang di atas tak kunjung berubah?
A: Kita jangan putus asa, harus kita lakukan di kantong-kantong yang kita kuasai. Memang ada semboyan mulailah dari diri sendiri, Abah sangat sependapat, tapi untuk komunitas, mulai dari diri sendiri itu hanya teori. Yang disebut diri sendiri untuk perubahan sosial adalah suatu komunitas. Diri sendiri itu harus intitusional. Ada nilai-nilai eksplisit yang harus dipatuhi oleh kelompok itu. Nah kalau itu bisa berubah, barulah akan terjadi perubahan dalam masyarakat. Tapi kalau institusi-institusi ini sendiri sudah tidak care, tidak menyadari bahwa ia bisa turut menjadi bagian dalam perubahan masyarakat, ya susah. Leadership itu adalah untuk menentukan arah perubahan dari komunitas.











































