Masyarakat Sipil Kembali Tolak Greenwashing di Balik Inisiatif AZEC

Reading time: 2 menit
Masyarakat sipil kembali tolak greenwashing di balik inisiatif AZEC. Foto: AZWI
Masyarakat sipil kembali tolak greenwashing di balik inisiatif AZEC. Foto: AZWI

Jakarta (Greeners) – Jaringan organisasi masyarakat sipil di Indonesia menyatakan kembali penolakannya terhadap inisiatif Asia Zero Emission Community (AZEC). Menurut mereka, inisiatif ini dapat memperpanjang ketergantungan pada energi fosil yang membahayakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Jaringan organisasi masyarakat sipil di Indonesia menyoroti bahwa pelaksanaan AZEC telah melanggar prinsip-prinsip demokrasi. Sebab, minimnya transparansi dan keterbukaan informasi, serta tiadanya partisipasi yang bermakna dari masyarakat lokal maupun kelompok masyarakat sipil.

Mereka menilai bahwa AZEC justru mendorong penggunaan teknologi yang memperpanjang ketergantungan pada energi fosil. Ketergantungan pada fosil ini justru tidak akan menyelesaikan krisis iklim dan malah memperburuk penderitaan masyarakat terdampak.

Manajer Kampanye Isu Infrastruktur dan Tata Ruang Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Dwi Sawung menyebut bahwa AZEC bukan solusi transisi energi yang adil. Menurutnya, inisiatif ini bentuk baru kolonialisme energi yang mengabaikan hak-hak masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.

“Kami menolak AZEC karena ia menyamarkan kepentingan korporasi dan negara industri sebagai upaya dekarbonisasi. Padahal, yang terjadi adalah greenwashing yang sistemik. Transisi energi harus berangkat dari kebutuhan dan hak masyarakat, bukan dari skema investasi yang mengekalkan ketimpangan dan kerusakan ekologis,” ujar Sawung.

Selain itu, inisiatif ini juga berpotensi mendorong perampasan lahan dan ruang laut, serta mempercepat deforestasi di berbagai wilayah Indonesia. Terutama di tengah ketidakpastian ekonomi saat ini, inisiatif AZEC juga bisa meningkatkan risiko kegagalan utang (debt distress). Hal tersebut akan membebani negara dan generasi mendatang.

Dorong Transisi Energi

Sejak awal, jaringan organisasi masyarakat sipil di Indonesia telah menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap inisiatif AZEC yang Jepang pimpin melalui Strategi Green Transformation (GX). Dalam hal ini, sebagian besar proyeknya direncanakan akan dijalankan di Indonesia.

Pada 20 Agustus 2024, sebanyak 41 organisasi masyarakat sipil menyampaikan petisi yang menolak arah dan isi inisiatif tersebut. Penolakan tersebut bertepatan dengan Pertemuan Tingkat Menteri AZEC ke-2 di Jakarta.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Yuyun Harmono menambahkan bahwa portofolio AZEC selama ini menunjukkan dukungan yang lebih besar terhadap infrastruktur energi fosil dan solusi palsu, dibandingkan dengan energi terbarukan.

Laporan dari Zero Carbon Analytics pada tahun 2024 mengungkapkan bahwa hanya 11% dari 158 Nota Kesepahaman (MoU) di bawah AZEC yang terkait dengan energi dari angin dan surya. Sedangkan, sebanyak 56 MoU (35%) melibatkan teknologi bahan bakar fosil, seperti LNG, cofiring amonia, dan CCS.

Menurut Yuyun, dukungan AZEC terhadap solusi palsu seperti co-firing PLTU, CCS/CCUS dan gas fosil untuk pembangkit hanya akan memperpanjang ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil. Bahkan, menjauhkan dari upaya dekarbonasi dan transisi yang adil.

“AZEC harusnya berperan menjadi bagian dari solusi untuk mendorong berkembangnya energi terbarukan di Indonesia, bukan justru memperparah dalam fossil lock-in,” kata Yuyun.

Dengan demikian, jaringan masyarakat sipil mendesak pemerintah Jepang dan Indonesia untuk berkomitmen pada transisi energi yang cepat, adil, dan merata. Transisi tersebut harus menjamin partisipasi yang bermakna dari masyarakat lokal dan kelompok masyarakat sipil. Sebab, mereka merupakan bagian dari proses demokratis yang berpihak pada keadilan iklim.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top