Jakarta (Greeners) – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah menyusun Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara (RPPMU). Regulasi ini dirancang sebagai kerangka komprehensif yang menyatukan pengendalian pencemaran udara dengan strategi mitigasi perubahan iklim.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menjelaskan bahwa inisiatif ini merupakan mandat Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021. Selain itu, juga menjadi fondasi untuk memastikan pengelolaan kualitas udara dilakukan secara terukur, ilmiah, dan terintegrasi dengan agenda iklim jangka panjang.
Ia menegaskan bahwa Jakarta sudah menyiapkan landasan teknis berupa Jakarta Climate Action Plan hingga 2050, integrasi data emisi GRK dan konsentrasi PM2.5, serta penyusunan Dokumen Rencana Aksi Mitigasi (DRAM) yang melibatkan banyak lembaga lintas sektor. Seluruh rangkaian ini untuk mencapai target pengurangan emisi GRK sebesar 30 persen pada tahun 2030. Selain itu, program ini juga bertujuan memperbaiki kualitas udara yang setiap hari warga nikmati.
Menurut Asep, pendekatan ilmiah dan kolaboratif tersebut sangat penting agar Jakarta dapat menjadi kota yang lebih sehat, berketahanan iklim, dan berkelanjutan. Selain itu, juga mendapat manfaat langsung berupa udara yang lebih bersih dan pengurangan risiko kesehatan masyarakat.
Ia menuturkan bahwa integrasi kebijakan udara bersih dan mitigasi iklim memperkuat efektivitas kebijakan. Selain itu, integrasi ini juga menciptakan co-benefits yang selama ini menjadi tantangan utama bagi kota besar.
“Dengan RPPMU, Jakarta menegaskan komitmen untuk menghadirkan udara bersih sekaligus menurunkan emisi. Hal ini menjadikan kota ini lebih sehat, tangguh, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang,” tegas Asep.
Polusi dan Perubahan Iklim
Sementara itu, Peneliti Resilience Development Initiative (RDI), Baihaqi Muhammad, menekankan bahwa polusi udara dan perubahan iklim merupakan dua persoalan yang saling terkait. Penanganan keduanya tidak bisa terpisah. Ia menjelaskan bahwa polutan seperti black carbon berkontribusi langsung pada pemanasan global sekaligus memperburuk kualitas udara di perkotaan.
Oleh karena itu, aksi pengendalian pencemaran udara dapat menghasilkan manfaat cepat bagi kesehatan masyarakat. Selain itu, aksi ini juga menjadi pendorong penting bagi upaya mitigasi iklim.
Baihaqi menilai sektor transportasi, energi, dan industri merupakan sumber utama emisi GRK dan polutan udara. Menurutnya, prioritas kebijakan untuk Jakarta ke depan perlu mencakup beberapa hal. Salah satunya adalah peningkatan penggunaan transportasi publik dan penerapan standar bahan bakar EURO4. Selain itu, percepatan adopsi kendaraan listrik serta perluasan energi terbarukan seperti PLTS atap, PLTSa, dan PLTB juga menjadi fokus.
“Di sektor industri dan bangunan, efisiensi energi pada proses produksi, pendingin hemat energi, serta lampu efisiensi tinggi juga sangat menentukan dalam upaya menekan emisi,” ujarnya.
Koordinator Pokja Pengendalian Bahan Perusak Ozon dan Hidrofluorokarbon Kementerian Lingkungan Hidup, Zulhasni juga menjelaskan bahwa Indonesia telah meningkatkan ambisi iklim melalui Enhanced Nationally Determined Contribution (Enhanced NDC).
Pemerintah menargetkan penurunan emisi sebesar 31,89 persen dengan upaya mandiri dan 43,20 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Ada berbagai langkah untuk mencapainya. Di antaranya efisiensi sistem transportasi, peremajaan kendaraan, pengembangan moda massal, hingga mempercepat penggunaan kendaraan listrik.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia











































